Oct 31, 2016

Bukan (Jadi) Alasan

Malam ini gue membaca sebuah postingan salah satu dosen gue di kampus. Isinya adalah tentang mahasiswa yang jadi tanggung jawab dosen gue ini. Dia ingin mengundurkan diri dari kampus. Bukan karena masalah finansial, bukan juga engga mampu kuliah, tetapi hanya karena alasan kurang motivasi kuliah. Gue agak sedikit menggeleng-gelengkan kepala aja bacanya. Bahkan gue cenderung pengen nyolok dua mata dia yang ngundurin diri dari kuliah cuma karena kurang motivasi buat kuliah. Terus sambil teriak di depan muka sama di depan orang tuanya "ELO KURANG BERSYUKUR."

Gue selalu membenci mereka yang punya 1001 alasan untuk tidak kuliah. Dari alasan yang cukup banyak kemudian akan mengerucut menjadi satu alasan yang sangat begitu klasik "Aku Malas kuliah karena kurang motivasi." 


Buat gue, kurang motivasi itu bukan jadi alasan terbesar untuk menyelesaikan tanggung jawab kita di kampus. Kuliah udah jadi tanggung jawab diri kita. Orang tua cuma menitipkan mandat dan berusaha mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk membiayai anaknya sekolah. Harapan kedua orang tua bahkan cenderung sederhana. Hanya Ingin Anaknya Memiliki Pendidikan lebih baik. Bukan mengarapkan anaknya kelak saat sudah sukses lalu harus mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan orang tua untuk anaknya, bukan itu. Orang tua mana sih yang gak bangga punya anak dengan pendidikan yang tinggi apalagi kalau kelak anaknya jadi anak yang begitu sukses. Dan orang tua mana yang tidak kecewa saat anaknya mengatakan "Mah, pah aku ingin berhenti kuliah. Aku kurang motivasi untuk kuliah." Pasti kecewa. Kecewa berat orang tua mendengar permintaan anaknya itu.
Bukan pengen membandingkan antar semuanya. Gue merasa kok orang-orang yang kaya gitu adalah orang yang kurang banyak bersyukur. Bayangin aja kalau hidup kita semua begitu difasilitasi kedua orang tua kita. Kita pengen sekolah dimana aja diturutin, kita mau beli apa aja dibeliin, bahkan kita punya harapan dan keinginan apapun bakal diwujudin. Harunsya, orang yang seperti ini (sedikit) diasingkan dengan melempar dia jauh dari kehidupan nyata yang serba (ke)enak(an). Harus banyak belajar soal hidup. Terutama dari orang-orang yang ada jauh di bawahnya. 

Bayangin kalau elo punya hidup terbalik. Jangankan buat kuliah di kampus swasta yang paling top, buat makan aja elo harus banting tulang sana sini. Demi makan. Atau mungkin kedua orang tua elo berantakan dan itu buat elo harus milih mau hidup sama siapa (?). Dan bahkan elo hidup dari banyak tuntutan.  Tuntutan buat cepet kerja biar bisa punya penghasilan sendiri atau buat ngidupin adik dan orang tua elo. Gimana? 

Sebenernya sih simple. Kita perlu belajar tiap detiknya sama kehidupan. Kita belajar bukan sama yang diatas kita, tapi belajar sama yang berada di bawah kita. Belajar juga untuk membalik hidup kita dan selalu ucapkan "gimana kalau aku kaya dia." Motivasi terakhir sudah gue tanamkan setelah gue mendapatkan berbagai macam pengalaman kehidupan yang (mungkin) gak bakal dialami sama semua orang. Buat gue, bukan jadi sebuah alasan kalau berhenti menyelesaikan study atau kuliah kita hanya karena alasan sepele, kurang motivasi kuliah. Agaknya, kita harus cepet-cepet belajar bersyukur sedikit demi sedikit biar punya motivasi lebih buat kuliah. Semangat ya dek, jalan kamu masih panjang. Ini bukan tentang kuliah, apalagi soal motivasi. Ingat, waktu terus berjalan kok.

Oct 30, 2016

Menghargai Sebuah Karya

Cerita ini mulai gue susun dari Agustus 2016. Dimana gue melihat sebuah tweet dari Mr. Pandji Pragiwaksono yang akan melaksanakan World Tour keduanya. "Juru Bicara" Mr. Pandji memberi nama Tour nya. Dan gue tau kalau Juru Bicara di bulan agustus ini bakal diadain di Yogyakarta, kota yang sekarang jadi tempat gue untuk menuntut ilmu. Sebenernya, gue sudah mempersiapkan untuk hadir di acara tersebut saat pandji mulai memberi sedikit bocoran kalau Juru Bicara bakal diadain di Jogja bulan Agustus. Exicted, iya gue begitu penasaran dengan Tour Stand Up nya pandji. Gue sudah melewatkan tour yang sebelumnya, messake bangsaku. Sedih, iya, karena gue tau dia adalah orang yang begitu cerdas dalam berkomedi.

Tapi, Juru Bicara Yogyakarta juga gagal buat gue satroni. Pas banget waktu itu gue ada kerjaan jadi bagian dari Dieng Culture Festival. Dua acara yang gak akan bisa di lewatkan. Gue sudah melewatkan 3 kali DCF di tahun-tahun sebelumnya Dan saat ada kesempatan itu gue harus ambil. Bukan sebagai peserta, tapi sebagai orang yang langsung terjun di acara tersebut. Begitupun dengan gagalnya gue nonton Juru Bicara Pandji di Yogyakarta. Sedih.....

Sempet kefikiran buat hadir di Juru Bicara Jakarta Desember nanti. Tapi, dengan berbagai macam pertimbangan-pun gue batalkan. Sebenernya masih ada beberapa kota lagi yang bakal Juru Bicara datengin. Ada Jakarta, Balikpapan, Makassar, dan Surabaya. Kayak mau ngasih sedikit kejutan apalagi soal berapa tiket yang nanti bakal gue keluarkan untuk sebuah World Tour. Yang ada di otak gue, gue harus bayar mahal untuk tour stand up yang keliling dunia. Tapi, menurut gue itu gak masalah. Selagi kita punya tujuan untuk menghargai karya seseorang. Mungkin benar kata pepatah perlu ada harga yang pantas, untuk sebuah karya yang sudah mendunia. Buat gue, Pandji jadi satu-satunya pelawak yang udah pernah keliling Indonesia bahkan keliling dunia. Pantes kalau mas Pandji sering membanggakan dirinya yang jadi satu-satunya pelawak Indonesia yang pernah Tour Keliling Dunia.

Surabaya ternyata jadi pilihan gue untuk menikmati karya yang maestro Stand Up yang membahas Sosial Politik. Yang gue lihat di televisi, Pandji bukan jadi seorang komika yang lucu dengan tema beratnya. Dia cenderung serius dengan segala jenis tema yang dia bahas. Gue sempet youtube cuplikan-cuplikan dia lagi stand up. Tapi, setelah gue baca beberapa bukunya yaitu "Nasional Is Me, Berani Mengubah, dan Menemukan Indonesia". Yang buat gue tercengang adalah, Pandji mungkin jadi satu-satunya komikus yang begitu mencintai Indonesia dengan segala keterbelakangannya.

Balik lagi soal Juru Bicara, Gue telah menyelesaikan beberapa persiapan menuju Surabaya. Dari mulai tiket show, sampe tiket kereta dan tiket akomodasi selama disana. Dan gue juga bakal punya pengalaman super keren karena gue pertama kali bakalan nonton standup dengan standart dunia. Pasti ini bakal jadi pengalaman yang super keren.

Sampai di Kota Surabaya saat peringatan sumpah pemuda, 28 Oktober 2016 semakin buat gue yakin kalau Pandji tidak salah memilih Surabaya sebagai destinasi berikutnya. Tinggal tersisa 3 kota lagi di Indonesia.Ada Jakarta, Makassar, dan Surabaya yang tentunya jadi pilihan gue.

Awalnya gue merasa sedikit kecewa. Gue agak sedikit kecewa sama panitia dalam pemilihan tempat acara. Kenapa Show sekelas WORLD TOUR harus ditempatkan di gedung(yang) bisa dibilang kaya gedung serba guna yang biasa dipake nikahan. Kenapa? karena pas gue dateng buat penukaran tiket, siangnya ada nikahan. COCOK. Agak sedikit gue bandingkan dengan harga tiket yang sama dengan kota yang gagal gue tonton, Yogyakarta. Dengan harga tiket yang sama, gue bisa menyaksikan Show bertaraf dunia di sebuah auditorium yang memang diperuntukkan show kelas atas. Tapi Surabaya tidak. Gue nonton di gedung nikahan + kursi kaya wisudaan, udah gitu gerah lagi. Gak kaya di jogja. Kalau gak pecaya bisa cari lewat om gugel.

Tapi, setelah show mulai kekecewaan gue soal teknis mulai mereda. Dibuka oleh Opener Comic dari Ngawi yang cukup menghibur meskipun jokes nya kurang nyampe. Not bad lah buat seorang Opener Lokal. Dilanjut sama perform Indra Frimawan yang punya label juara 3 salah satu kompetisi stand up comedy. Indra juga cukup buat seisi gedung ketawa ngakak. Meskipun gue engga terlalu ketawa saat denger jokesnya. Dan, Akhirnya yang gue tunggu naik ke atas panggung. Pandji PRagiwaksono memulai show dengan ciamik. Dia buka dengan sedikit membahas jokes dari opener kedua.

Sepanjang Show, Pandji menurut gue mampu membawa suasana penonton yang ada malam itu jadi cair meskipun tema yang ditawarkan lumayan berat. Gue baru pertama kali denger dan liat show stand up dengan tema yang bahas tentang RATING, HAM, KERUSAKAN ALAM, Bahkan sampai SEX EDUCATION dan PENDIDIKAN INDONESIA yang dirasa belum mampu mengatasi semuanya. Iya Gue banyak sependapat sama apa yang Pandji bawakin malam itu. Meskipun ada juga gue gak sependapat.

Dan yang paling gue inget dari show Pandji 29, oktober 2016 adalah soal KARYA. Dimana bangsa ini masih takut untuk memulai menjadi seorang (Pe)Karya dan berhenti menjadi (Pe)Kerja. Gimana caranya Pandji cuma ngomong harus berkarya tapi kita sendiri takut buat berkarya? Bisa aja kan kita ikut seminar-seminar motivasi yang bikin kita makin percaya diri buat berkarya dan memasarkannya ke penikmat dengan pede. Sayang, bukan itu jawabannya. Sedikit Lebih Beda, Lebih Baik. Daripada Sedikit Lebih Baik. Intinya, karya kita itu harus beda. Mungkin buat yang dateng ke Show nya Pandji akan mengamini dan membenarkan statement ini.

Begitupun soal HAM dan Rating TV. Kita perlu data kongkrit soal ini. Gak semua orang bisa ngomong soal HAM kalau kita gak tau bahkan gak jadi saksi nyata di tempat kejadian. Begitupun dengan Rating. Mungkin hanya mereka yang berada dibalik layar televisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi yang tentunya belajar soal ini yang bakal tau soal permainan rating yang ada di Tv. Gue mengamini dan setuju soal rating ini karena gue belajar dan sedikit mengkaji soal Rating.

Intinya, semua pengalaman baru ini juga membuka wawasan gue yang selama ini masih bisa dibilang sedikit. Kita masih perlu banyak membaca buku, membaca kehidupan dari pengalaman. Biar kita gak merasa terus di-begoin. Apalagi sama mereka-mereka yang punya kepentingan lebih disana. Seengaknya kita tau harus ngapain. Kalaupun harus teriak kita tau harus teriak kemana.

Menurut gue, menghargai karya orang lain akan membuat kita belajar bahwa berkarya itu cukup sulit. Kalau gagal dalam berkarya jangan gampang menyerah, jadilah beda. Karena berkarya gak cukup sekali. Perlu belajar dan belajar untuk terus berkarya. Good Job Mr. Pandji!

Oct 20, 2016

(Penting) kah Share Sesuatu Di Sosial Media?

Nas, kok elo gak ada di path?
Nas, kok elo gak temenan lagi sih sama gue di path?
Nas, kenapa elo delete pertemanan di path?

Jadi gini, Pertanyaan diatas beberapa hari belakangan ini sering gue dapatkan. Pertanyaan-pertanyaan yang sama dan intinya kenapa gue menghilang dari path. Udah hampir sebulan ini gue mulai menarik diri dari beberapa sosial media yang gue punya. Diawali dari Path yang gue punya. Gue memutuskan untuk berhenti bermain path karena beberapa hal. Dan beberapa hal itu yang buat mikir kenapa dulu gue terjerumus menggunakan path. But its okay, gue jadi tahu dan mengerti fungsi dari beberapa sosial media yang gue punya. Yaaa, gak katrok-katrok amat lah ya gue ini.
Source: prezi.com

Banyak yang bilang kalau gak punya sosial media jadi salah satu kemunduran. Maksudnya adalah kemunduran yang ada ditengah majunya teknologi sekarang ini. Bayangin aja, di dunia yang serba banjir informasi ini kita di tuntut untuk menjadi seorang manusia yang up to date. Iya, gue harus tau semua hal yang terbaru demi tidak mengalami sebuah kemunduran di era dunia informasi yang cepat ini.

Balik lagi ke persoalan diatas mengenai kenapa gue mulai menghilangkan path dari hidup gue. Path jadi salah satu sosial media yang membagi berbagai hal yang kita lakukan di pertemanan yang cukup terbatas. Kita bisa menyeleksi siapa saja yang berhak tau kita lagi apa, lagi dimana, bahkan lagi sama siapa. Iya, path jadi sosmed yang cukup terbatas. Gak semua orang bisa tau kita lagi apa, dimana, dan sama siapa. Beda kaya sosial media lainnya kaya instagram, facebook, atau twitter. Saat kita update sesuatu di path yang tau cuma orang-orang yang jadi temen aja. Iya, gitu.

Di path, gue mulai menyadari bahwa gak semua hal yang di update itu nyata. Kenapa? karena gue pernah buat status yang fake demi memenuhi hasrat untuk update sesuatu. Misal, gue update lagu lagu galau. Terus gue galau? Jawabannya belum tentu. karena bisa aja gue update untuk eksistensi semata dari viewers temen-temen path gue juga. Selain itu, path jadi sosial media paling privasi. Hampir mirip snapchat. Kita bisa tau apa yang di update sama orang lain terutama temen kita sendiri. Nah, buat gue itu mengganggu privasi. karena bisa aja orang berfikiran tidak baik saat kita check in di suatu tempat. Bakal ada omongan-omongan kurang baik saat kita di dunia nyata ternyata tidak sesuai dengan apa yang ada di dunia maya kita.
Source: maxmanroe.com

Gue menghilangkan path dari koleksi sosial media gue karena gue engga mau kalau hidup gue diikuti rasa suudzon yang berlebihan. Kaya gini;

iih, kok dia bisa jalan sama pacarnya sih. Padahal dia bilang ke gue lagi gak punya duit
atau
itu, dia lagi di tempat itu. Padahal dia bilang ada urusan penting.

Terusik gak kalau denger kata-kata itu? dan itu dialamin sendiri? Iya, gue pernah mengalami itu. Bener kalau kata-kata "Jangan liat orang dari update-an dunia mayanya. Karena itu gak sepenuhnya benar". Iya bener, bisa aja kan dia update di sebuah tempat karena suatu hal yang emang penting. Atau emang urusannya dilakuin di tempat tersebut. Kita gak pernah tau, karna kita gak ada di tempatnya langsung.

Selain itu, path juga jadi ajang share untuk pamer berbagai macam hal. Misal, saat gue lagi makan di tempat yang mungkin bagi sebagian orang adalah tempat yang cukup mewah. Atau gue update di salah satu tempat wisata yang mungkin bagi sebagian orang gue adalah orang kaya yang sering buang-buang duit karena sering jalan-jalan. Padahal, bisa aja gue check in di tempat wisata itu karena gue lagi kerja.


Makanya, gue mulai memikirkan untuk tidak men-share semua hal yang harus gue share di setiap sosial media yang gue punya. Gue juga butuh privasi untuk diri sendiri bahkan kehidupan pribadi. Gue mau pergi kemana aja itu urusan gue tanpa harus dihantui oleh mereka-mereka yang usil dengan kehidupan orang. Atau bisa aja update-an gue jadi salah paham bagi beberapa pihak yang kurang menyukai gue. Nah, mulai sekarang gue mengurangi konsumsi sosial media gue. Gue jad berfikir untuk kembali pada 5 tahun kebelakang, dimana sosial media bukan jadi prioritas utama orang lain untuk menilai sesama. 

Karena pada dasarnya, menilai orang lain tidak cukup hanya dari akun-akun sosial media yang dimilikinya. Namun, nilai lah sesuai dengan pendekatan diri yang dilakukan. Sehingga hidup kita tidak dipenuhi rasa suudzon yang berlebihan. Jadi, perlu kah share setiap momen hidup yang kamu lakukan di sosial media kamu? Hmm, fikirkan ulang. 

Oct 4, 2016

Menghapus Sepi Di Dunia Maya

Malam ini gue sedikit terganggu dengan Grup wa dari salah satu program training yang gue ikutin. Kenapa? Karena ada satu orang yang sering muncul di grup ini dan selalu bikin berisik. bahkan dia sampai bilang gini;

"Grup Sepi Banget Soalnya"

adalagi di grup line smp gue juga tipe-tipe manusia yang sering caper di grup dengan hal-hal yang kurang penting. Mungkin niat dia mulia, hanya ingin meramaikan dunia per-grupan. Entah ada berapa belas bahkan puluhan lebih grup yang dia chat dengan kata-kata "Duh, grup nya sepi yaaa". Sebenernya tulisan ini gue buat bukan untuk menyindir siapapun. Sebelum terlalu jauh, gue minta maaf kalau ada yang merasakan hal seperti ini. Karena hidup gue (mungkin) bisa ditentukan dari blog ini. ehe ehe.

Semenjak era internet masuk ke Indonesia, perkembangannya begitu pesat. Sekarang, tahun 2016 ini semakin banyak bermunculan berbagai macam start-up yang menyediakan berbagai macam kemudahan. Dari aplikasi yang bisa gue gunakan untuk cari makanan hingga aplikasi yang menyediakan pasangan (sesama) jenis yang itu jadi hal yang paling menjijikan. Jualan diri sekarang bisa lewat aplikasi. Bahkan untuk yang sejenis. hmmm, tanda akhir jaman. 

Gak usah peduliin soal aplikasi diatas, karena gue yakin Indonesia masih cukup pintar dan cukup memiliki nurani untuk (masih) saling mencintai lawan jenisnya. Yang gue pengen bahas disini adalah cara menghapus kesepian yang kita rasain di Dunia Maya. Kenapa Maya? Karena orang-orang yang sering mencurahkan kegelisahan, keseipian, dan lain sebagainya di social media hanya untuk berbicara dengan mereka yang akan sangat jarang ditemui. Bahkan saat bertemu di dunia nyata pun ternyata tidak sama dengan apa yang dilakukan di dunia maya.

Gue sedikit punya cara buat kalian yang (masih) merasa kesepian di dunia maya atau di dunia sosial media yang kalian miliki. Kalau chat antar personal sih itu bukan jadi keresahan. Karena chat antar personal sudah akan jelas respon yang akan diperoleh. Beda kan kalau kita nge chat di grup gak jelas bahkan cenderung gak penting itu gimana responnya? Cuma banyak yang baca tapi sedikit yang bales. Nah, daripada sedih chatnya gak ada yang tanggepin atau bales di grup. Mending cari kegiatan deh biar gak disangka kesepian gitu. Jangan buat diri kita dianggap selalu merasa kesepian oleh orang lain. Gue gak peduli di dunia nyata punya banyak temen atau engga. Gini nih caranya:

1. Cari Kegiatan Cadangan Setelah Kegiatan Utama Berakhir

Mencari kegiatan cadangan setelah kegiatan utama berakhir sering gue lakuin. Biar apa? biar gue engga merasa hidup gue kesepian dan begitu membosankan. Misal, kalau kegiatan utama gue kuliah dari jam 7 pagi sampe jam 6 sore udah selesai gue bakal cari kegiatan lainnya setelah itu. Bisa tidur, makan, ngerjain tugas, salto, belajar terbang juga bisa. Yang penting gue engga merasa hidup gue membosankan. Apapun deh kegiatannya, Tapi Positif loh yaa!!

Percaya atau tidak, mencari kegiatan cadangan cukup ampuh mengusir rasa sepi kita. Ketimbang mainin gadget dan melakukan senam jari secara terus menerus. Atau parahnya, cuma bolak balik menu aja abis itu cek pulsa. 

2. Sering Membaca dan Menonton Film

Mencari kegiatan cadangan gak melulu aktivitas yang berat. Bisa juga cari aktivitas yang bisa jadi hobi baru tuh. Gue mungkin belum addict banget sama baca dan menonton film. Kemarin aja pas ada tugas resensi dari sebuah film gue malah lebih nyaman ngorok. Tapi, itu lebih baik daripada kita cuma mengharapkan respon dari teman-teman grup yang kita punya. Daripada sedih kan cuma di read mending baca buku atau yang lain. Nonton film juga bagus. Karena kedua kegiatan ini bisa menambah pengetahuan kita biar gak disitu-situ aja. Asik kan?

3. Menyibukkan Diri

Menyibukkan diri adalah cara yang sering gue lakukan. Memang point nomor 1 diatas juga soal kesibukan. tapi cari kesibukkan yang bener-bener bermanfaat buat diri kita. Kalau tidur ternyata lebih bermanfaat buat kita kenapa kita gak tidur aja kan. Daripada kita mengganggu ketenangan orang lain. Bisa juga menyibukkan diri dengan hunting tempat makan enak yang bisa bikin lemak di tubuh kita bertambah dan bisa bikin dompet kita makin kering kaya ikan asin. Selagi itu bisa membuat diri kita sibuk dan melupakan sejenak dunia maya, kenapa tidak. Tetep asik kok.

Jangan perduliin omongan orang yang selalu bilang Kamu Terlalu Sibuk Dengan Hidupmu!. Iya, gue emang sibuk cenderung menyibukkan diri. Tapi, gue merasa punya nilai plus tersendiri terutama buat diri gue sendiri. Kalau mahasiswa kebanyakan lebih suka mencari kesibukkan setelah lulus kuliah, gue engga. Jujur aja, gue bakal ngerasa badan gue sakit saat gue cuma diem aja di kos. Gue lebih senang menyibukkan diri di luar. Jalan keluar kota, Belajar di tempat baru, bahkan daftar training sana sini. Gunanya apa? Selain nambah pengalaman, gue juga mau nambah jam terbang. Biar pas gue lulus nanti surat lamaran kerja gue bukan cuma diisi sama mengkilapnya ijazah. Tapi juga diisi sama kesibukkan yang juga nambah pengalaman. Karena perusahaan manapun bakal lebih sering nanya

"Berapa lama kamu menghabiskan waktu mu untuk beraktifitas diluar?" 

Daripada menanyakan,

"Berapa lama kamu menghabiskan waktu di depan layar Handphone mu"

atau bahkan,

"Berapa banyak waktu yang kamu habiskan untuk menunggu balasan pesan dari Grup-mu?"

Gak mungkin!   

Oct 2, 2016

Jangan Malas Menggali Bakat Yang Kita Miliki

Belakangan, banyak suara yang masuk ke telinga gue, bilang kaya gini;

"Nas, Kok elo sibuk banget sih jarang di kos?"
"Nas, Kok elo cuma sebentar sih kalau di kos?"

dan ada juga
"Nas, elo nih sibuk banget sih...."

Menurut kalian, gimana kalian merespon pertanyaan dan pernyataan yang bilang kalau (kita) sibuk? Buat gue, jawabannya sederhana. Karena gue adalah orang yang gak pernah bisa membiarkan waktu begitu saja tanpa mengerjakan sesuatu hal apapun. Terdengar naif memang. Tapi, ada yang kurang kalau gue cuma membiarkan waktu lewat begitu saja. Apalagi cuma buat dihabisin sama hal-hal yang kurang begitu jelas faedahnya. Kurang jelas deh manfaatnya buat diri sendiri.

Dulu, awal-awal kuliah gue begitu menikmati masa dimana gue menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah - Pulang - Kuliah - Pulang). Hampir beberapa semester gue merasakan siklus itu. Lama kelamaan gue merasa bosan. Bayangin aja kurang lebih 9-10 jam gue menghabiskan waktu di kampus. Sisanya? ya buat ngerjain tugas dan istirahat aja. Setelah masuk semester akhir, gue mulai merasakan sebuah kebosanan yang begitu menyerang ulu hati *ini lebay*. Gue yang di semester akhir ini masih merasakan kuliah 14 sks mulai merasa aktivitas gue setiap hari nya begitu membosankan.

Dari Sma sampe sekarang gue begitu mencintai segala sesuatu yang berbau dengan fotografi. (Dulu) waktu gue masih punya kamera pendukung, tiada hari tanpa melewatkan hunting sekalipun. Entah itu hunting dimana dan dengan siapa. Gak peduli ada penghambat atau engga. Yang penting gue hunting foto demi menambah perbendaharaan stok foto yang ada di laptop. Karena gue mulai menyadari gue punya (sedikit) bakat di bidang itu. Dan sampe sekarang gue terus mengasah skill di bidang fotografi. Dari sekedar foto untuk memenuhi kepuasan sendiri hingga foto yang dapat menghasilkan receh untuk menambah pemasukan gue. 

Selain itu, kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi memang mendukung gue untuk terus mengembangkan diri di dunia fotografi. Meskipun kelasnya masih amatir. Tapi gue bangga, gue punya beberapa portofolio yang bisa gue tunjukin ke anak-anak gue kelak.

"Nak, ini karya ayah. Dulu pernah dapet juara 3 lomba foto nasional."
Foto ini jadi salah satu masterpiece karena sudah menghasilkan sebuah penghargaan.


Sombong? Gapapa sombong yang penting punya karya selama hidupnya. Meskipun karya itu cuma bisa di nikmati oleh diri sendiri. Daripada Sombong tapi gak punya karya satu pun. Atau lebih parahnya lagi gak punya karya tapi suka menghakimi karya orang lain dengan komentar-komentar jeleknya. Ya gitu deh manusia.

Balik lagi ke soal bakat diri sendiri, terutama bakat di diri gue. Ternyata baru gue sadari bakat tidak hanya muncul begitu saja. Bahkan tuhan tidak langsung menyuntikan bakat ke dalam diri kita dari bayi, bahkan saat masih embrio, atau saat orang tua kita baru merencanakan gaya apa yang akan digunakan *eh. Iya, bakat diri kita ya cuma kita yang bisa tentuin, bisa kita buat, dan bisa kita latih. Kalau mau punya bakat nyanyi dengan suara merdu ya berlatih supaya bisa nyanyi dengan suara merdu. Begitupun dengan bakat-bakat lainnya yang tercecer hampir di seluruh sudut di bumi ini. Kita memang punya bakat untuk berbicara. Tapi ingatkah saat kita masih kecil, kita dilatih untuk belajar berbicara oleh orang tua kita? dengan sabar mereka melatih kita untuk berbicara dari kata-kata yang sederhana.

"Ayah"
"IBU"

Dan banyak kata-kata lainnya. Lalu, seiring dengan berjalannya waktu kita tumbuh dan berkembang dalam berbicara. Baik dari segi kosa kata maupun nada berbicara. Dan seiring berjalannya waktu pula bakat berbicara yang dilatih oleh orang tua kita (dulu) menjadi suatu kebiasaan hingga sekarang. Begitu pun dengan bakat-bakat lainnya. Kalau kita malas buat mencari lalu mengasah dan melatih bakat yang ada tentunya sulit untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan untuk menjadi sebuah bakat yang spesial. Jangan takut bakat yang kita miliki itu bakat yang gak spesial di mata orang lain. Dan, banggalah dengan bakat yang kita miliki saat ini. Jangan juga mudah puas dengan bakat yang sudah kita miliki. Jangan perduliin juga apa kata orang yang bisanya cuma komentar. 

Jadi manusia dengan seribu bakat yang berkembang itu mengasyikan daripada kita hanya punya satu bakat tapi hanya berhenti di titik yang sama. Atau bahkan kita tidak memiliki bakat dalam diri tanpa mau mencari dan mencari. Hmm, menarik. Kalau gue sih selagi masih diberi kesempatan untuk bernafas, dikasih kesempatan untuk melihat, dikasih kesempatan untuk berjalan gue bakal pergunain buat terus cari bakat yang sesuai dan bisa membuat diri gue semakin berkembang kedepannya. Selaat Bersahabat dengan Si Bakat!

Sep 8, 2016

Cara Asik Menikmati Masa Muda

Bicara soal masa muda mungkin udah banyak blogger yang bahas ini. Gue pernah baca salah satu artikel milik mas Alit Susanto yang bahas fenomena selebgram yang jadi kiblat para ababil saat ini, Awkarin. Itu jadi tulisan yang begitu menggugah buat gue. Karena saat kita masih muda, hidup kita gak melulu ngomongin soal cinta dan pasangan. Kalau engga percaya coba baca ini. Jangan liat gaya bahasa nya tapi dalamin maknanya. Biasanya sih gitu kalau gue baca artikel dari para blogger.

Balik lagi soal masa muda, beberapa hari yang lalu gue mengikuti salah satu rangkaian acara di Surabaya. Selama kurang lebih 4 hari gue dipertemukan dengan para delegasi hebat yang jadi keluarga mahasiswa Ilmu Komunikasi. Seluruh Indonesia! Dari sabang sampai merauke pun ada. Aseli gue gak ngarang! Ada dari Aceh, Jakarta, Medan, Sampe Sorong Papua pun ada. Kita disana membawa berbagai macam keragaman yang ada di daerah. Mau itu tempat merantau ataupun sebagai daerah asal.

Pengalaman ini baru buat gue. Baru banget. karena pengalaman ini bukan cuma pengalaman jalan-jalan aja. Tapi saling membagi ilmu, baik tentang adat istiadat, kebiasaan, bahkan cara menghargai perbedaan 5 agama yang ada di Indonesia. Asik banget gak sih kalau dapet pengalaman kaya gitu?

Betewe, kalau ngomongin soal pengalaman terakhir tentang perbedaan kepercayaan atau agama yang ada di Indonesia. Gue pernah bahas gimana Lasem sebagai daerah yang mampu menghadirkan kerukunan antar umat beragama. Dimana ada pesantren yang hadir di tengah-tengah warga tionghoa. Kalau gak percaya bisa liat disini atau disini. Asik gue dapet kesempatan kaya gini. Bisa merasakan keindahan dari perbedaan yang ada. Itu baru sebagian kecil kalau gue ngomongin soal perbedaan. Karena Indonesia punya 1001 keberagaman yang justru semakin membuat indah keberagaman itu.
Salah satu pesantren di Lasem

Pengalaman gue yang lain adalah gue bisa berteman dengan beberapa dari mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda dari gue. Gue sedikit belajar bagaimana kita bisa menghargai pendapat. Dimana mereka menghargai saat gue harus melaksanakan sholat ataupun menghargai mereka saat berdoa sebelum makan. Asik banget pokoknya.

Selain hobi gue yang suka jalan dan gue juga punya beberapa list kota-kota impian di Indonesia yang mesti gue datangi, gue juga harus mampu mencari pengalaman baru dari setiap kota yang akan gue datangi. Karena gue datang ke kota itu bukan karena mampu beli tiket dan buang-buang duit disana. tapi karena kesempatan yang bawa gue kesana. Gue pernah ke Bali, bukan buat liburan tapi buat kerja. Gue pernah ke Banyuwangi, bukan karena sengaja pengen kesana tapi karena hobi yang membawa gue kesana. Begitupun saat gue harus ke Dataran Tinggi Dieng yang terkenal dengan Negeri Diatas Awannya, gue bisa kesana karena hobi gue yang membawa kesana. Saat gue baru tau kalau di Indonesia ini ada Rembang yang punya Lasem itu jadi kesempatan paling Epic yang pernah gue rasain. Kalau gue gak merantau mungkin sampe sekarang gue gatau posisi Lasem itu dimana dan apa yang jad keunikannya.


Kapan Lagi kan bisa ke Bali?

Memanfaatkan momen saat kita masih muda dan mampu untuk berkarya jadi cara yang paling asik buat gue untuk meenikmati masa muda gue. Walaupun karya kita biasa aja dan gak mendunia tapi seengganya gue tau kemampuan diri dan dedikasi apa yang akan gue berikan ke diri gue untuk masa depan gue nanti. Mungkin kelak anak gue akan bangga sama bapaknya saat dia diceritain kalau bapaknya pernah jadi salah satu bagian tim dari Dieng Festival? atau bangga karena bapaknya pernah ketemu sama seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi di Indonesia. Bangga gak sih kalau orang tua kita sendiri punya banyak pengalaman? punya banyak cerita yang kelak bisa menginspirasi anaknya untuk mengikuti jejak bapaknya misal. 

Karena buat gue, masa muda itu bukan cuma buat hura-hura, abisini duit orang tua, kalau waktunya kuliah kita cuma kuliah. Masa muda gue gak bisa gue habiskan cuma di bangku kuliah aja. Gue juga butuh banyak pengalaman yang bisa aja itu bakal ngembangin hobi dan bakat secara beriringan. Gue juga butuh pengalaman karena hidup bukan cuma soal berapa nilai di ijasah mu saat lulus nanti. Berkarya selagi muda adalah cara pas menurut gue. Karena masa muda yang asik itu gak bisa keulang dua kali.

Jul 23, 2016

Selamat Hari Anak Nasional!

Libur telah tiba,libur telah tiba
Hore, hore, hore
Simpanlah tas dan bukumu

Lupakan keluh kesahmu
Libur telah tiba,libur telah tiba
Hatiku gembira

Siapa pernah tau sepenggal lirik diatas? Lirik diatas pernah jadi lagu paling nge hits buat anak-anak era 90-2000an. Lirik diatas adalah lirik dari lagu libur tlah tiba yang dinyanyiin sama artis cilik waktu itu; Tasya Kamila. Sebelum membahas tentang hari ini, 23 Juli 2016 yang diperingati sebagai Hari Anak Nasional, mari ikut gue untuk kembali ke masa yang indah saat kita masih anak-anak.  

Hal yang pertama dilakukan adalah mengingat masa indah anak-anak yang (mungkin) sudah tidak lagi dirasakan oleh anak-anak kekinian. Banyak anak-anak kekinian yang sudah direnggut masa anak-anaknya oleh modernitas yang ada. Anak-anak sudah diperkenalkan dengan teknologi kekinian yang super canggih dan semuanya bisa serba instan. Selain itu, anak-anak sekarang juga sudah mulai melupakan berbagai macam hal yang berbau tradisional, termasuk jenis permainannya. 

Kembali ke masa 96-2006an, dimana tahun itu adalah tahun gue mulai merasakan masa anak-anak dan menuju masa transisi ke remaja. Masa anak-anak gue bukan tiduran sambil buka smartphone atau tablet buat main game versi digital yang serba ada di alat yang canggih itu. Gue pernah nulis beberapa tahun lalu tentang permainan gue yang masih suka main gamebot, sebuah game virtual yang masih sangat jadul, Kalian bisa baca disini. Buat para anak-anak era 90an, gamebot udah jadi game paling dewa bareng sama nitendo (waktu itu gue belum diijinkan untuk main nitendo). Buat para anak-anak cewe, bermain karet (Karet yang dibuat dari karet gelang) jadi pilihan paling oke buat ngabisin waktu sore bareng sama temen-temen lainnya.
Source: jalanjalankenai.com
  Selain game, hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan menonton tayangan televisi. Di era 90-2000an belum banyak stasiun televisi kaya sekarang. Gue inget banget jaman gue kecil dulu tv yang bisa gue tonton cuma ada TVRI, Rcti, Sctv, dan Indosiar. Dan tayangannya pun dapat dihitung jari dan bisa disesuaikan dengan jam tayang kita. Biasanya, kartun itu ditayangin di pagi hari atau setiap sabtu minggu dari jam 6 pagi- jam 10 siang. Di hari sabtu sama minggu itu gue bebas untuk jadi anak yang paling bahagia. Karena gue bisa nonton kartun sepuasnya. Dari kartun beyblade, tamiya, power ranger, sampe Doraemon (yang masih bertahan sampe sekarang). It's me time.

Selain itu lagu-lagu yang gue dengar pun masih lagu yang sesuai dengan usia kita, anak-anak. Lagu diatas mungkin jadi lagu yang paling di denger oleh gue. Bukan kaya sekarang, buat dengerin lagu anak aja mungkin jadi hal yang paling langka. Dikit-dikit dengerin lagu sedih, lagu soal cinta, atau bahkan lagu dangdut yang sengaja dibuat tidak sesuai dengan liriknya. Ah.

Hal yang kedua, gue bakal mengajak kalian untuk kembali mengingat gaya hidup kita saat masih anak-anak. Adakah jaman kita kecil dulu mengenal istilah pacaran? Jawaban gue adalah TIDAK. Yang gue tau dan gue inget adalah masa kecil gue lebih banyak dihabiskan untuk bermain dengan teman-teman seusia gue daripada gue harus memikirikan apa itu cinta. Sedangkan sekarang, banyak anak kecil yang sudah diajarkan untuk mengenal cinta sejak dari dini. Kenapa? karena mereka tidak berkembang sesuai dengan usianya. Cinta yang gue kenal pas jaman kecil adalah cinta yang sering orang tua gue sebagai cinta monyet. Cinta ini bukan pacaran sama monyet loh yaa.. Tapi, cinta yang berasal dari ciyee-an temen-temen kita. Di sekolah sd dulu, gue sering di ciyein cuma karena satu bangku sama temen cewek gue, padahal niat gue cuma mau liat Pr nya dia. Kan kampret.

Cinta jaman gue anak-anak adalah cinta cuma sebagai teman. Gue tau saat gue nakalin temen. Tapi itu engga bener nakalin, cuma bentuk cinta gue aja jadinya gue jailin deh.. Beda kaya anak-anak jaman sekarang yang udah gaul abis. Bagi mereka, cinta itu menjalin hubungan khusus yang disertai dengan panggilan sayang dan status yang mereka buat di Facebook. Padahal, itu belum saatnya. Banyak kok sekarang di sosmed anak-anak sd yang udah dengan berani memproklamirkan hubungannya, meski usia mereka masih bau kencur. Dan mereka bangga, bukan malu!

Hal ketiga, gue mau mengajak kalian untuk kembali bagaimana sopan santun yang diajarkan oleh kedua orang tua kita. Saat mereka mengajarkan kita untuk menghargai sesama teman, menghormati orang yang lebih berumur diatas kita, bahkan menghargai apa yang ada di dalam hidup kita.Tradisi yang paling gampang ditemukan di Indonesia adalah anak-anak yang mencium tangan dari siapapun yang lebih berumur; orang tua, guru, dan siapa saja yang memang berusia lebih atas dari kita. Sekarang? kayanya gue jarang melihat hal itu, terutama buat mereka yang tinggal di daerah perkotaan.

Selain itu, hal yang paling sering diajarkan oleh orang tua gue adalah mengucap salam. Kemanapun kita pergi dan dengan siapapun kita bertemu, sebelumnya kita akan mengucapkan salam sebagai tanda kita menyapa. Sekarang? banyak anak-anak yang mengganti salah dengan ucapan-ucapan kekinian, atau bahkan nyelonong gitu aja.

Di hari anak ini, gue bukan bermaksud untuk men-justifikasi bahwa anak-anak sekarang gak lebih bahagia pas gue jaman anak-anak. Hanya merasa sedih bahwa anak-anak sekarang sudah mulai melupakan bahwa usianya masih anak-anak. Banyak pekerjan rumah yang harus dibenahi oleh bersama. Pemerintah, instansi pendidikan, serta orang tua menjadi pemilik peran yang paling penting dalam melakukan tumbuh kembang anak sesuai dengan masanya.

Selamat hari anak nasional, semoga kelak anak-anak di Indonesia menjadi penerus bangsa yang cerdas dan memiliki akhlak yang luar biasa. Jangan lupa bahagia selagi menjadi anak-anak. Karena masa kanak-kanak tidak datang untuk kedua kalinya.
Source: Ruangguru.com

 

Jun 27, 2016

Mudik di Indonesia

Gak kerasa, puasa sudah hampir usai. Dan itu artinya tinggal beberapa hari lagi kita akan menuju ke hari yang fitri dan kembali ke bulan masehi yang biasanya. Tanpa sahur, tanpa suara orang yang pake toa masjid buat bilang "Sahuuuuurrr, Bapak ibu sudah waktunya sahuuur", dan juga tanpa kegiatan yang biasa dimanfaatkan untuk mendekatkan diri dengan tuhan (selama ramadan). Waktu emang berjalan begitu cepat. Huh.

Hampir 3 minggu gue menghabiskan Bulan Ramadan tahun ini di kosan dengan begitu banyak rutinitas kampus selama Ramadan periode ini. Gak kerasa sih emang. Daripada dirumah cuma buat tidur, nonton tv, atau guling-guling gak jelas karena bosennya nunggu hal yang paling di tunggu, adzan magrib. Di kosan juga gue membiasakan diri untuk lebih mendekatkan diri dengan tuhan. Mumpung masih dikasih waktu bertemu Ramadan, kenapa gue engga memanfaatkan momen tahun ini untuk jadi hamba yang berbeda. Tseeh.

Ngomongin soal Ramadan dan beberapa hal yang berkaitan di dalamnya, ada beberapa hal yang unik selama Bulan Ramadan itu hadir. Terutama momen seperti sekarang ini yang semakin mendekati akhir-akhir dari Ramadan. Mudik, jadi hal yang paling sering diperbincangkan di periode 2 minggu terakhir sebelum Ramadan berakhir. Bahkan, merencanakan mudik  sudah dilakukan dari sebelum Bulan Ramadan itu sendiri datang. Kenapa mudik? Gue bakal bahas beberapa hal unik yang bikin kenapa mudik di Indonesia itu jadi berbeda bahkan sangat unik.
Source: www.budhie.com

Inspirasi ini gue dapatkan setelah dua hari belakangan gue menjadi seorang driver handal yang harus bangun pagi buta setelah adzan subuh. Dari mulai stasiun hingga antar ke bandara. Dan dari sinilah gue bisa sedikit menarik kesimpulan bahwa tradisi mudik di Indonesia itu begitu unik dan berbeda dari negara-negara lainnya (meskipun gue cuma liat di google). Tapi, tetep aja mudik di Indonesia jadi hal yang paling wajib buat dilaksanakan. 

1. Perburuan Tiket 

Teruntuk mereka dan saya yang tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk tradisi mudik, tiket mudik jadi salah satu cara agar tetap dapat berkumpul bersama sanak family di kampung nan jauh dimato. Beragamnya jenis transportasi membuat kita mudah menentukan dengan apa kita akan menjalani mudik yang amat sakral ini. Dari darat, udara, hingga laut dimiliki Indonesia. Bahkan, saat mudik ketiga sektor transportasi tersebut menjadi perhatian khusus dari dinas terkait. Biar gak terlalu serius bahasannya gue kasih link yang menjadikan alasan gue kenapa Tiket Mudik itu jadi Perburuan yang paling penting



Dari dua link berita diatas, gue mencoba untuk menyimpulkan, bahwa tiket lebaran adalah salah satu hal yang paling diburu mendekati lebaran ini. Sesungguhnya gue begitu menyesalkan kenapa hanya karena tidak kebagian tiket jadi rusuh. Apa mereka yang rusuh di kantor tempat dijualnya tiket itu tidak berifikir kalau itu bagian dari fasilitas negara? hmmm. 
Sebenernya ada banyak cara supaya kita yang mau mudik itu bisa dengan nyaman duduk saja setelah mendapatkan tiket tanpa khawatir tidak kebagian tiket. Mulailah memesan dari beberapa bulan sebelum lebaran. gitu.
 
2. Oleh-oleh Untuk Sanak Family

Setiap perantau yang tentunya jauh dari keluarga baik untuk bekerja maupun belajar setidaknya akan membawa sedikit buah tangan untuk keluarga yang berada di daerah yang berbeda. Sudah menjadi sesuatu yang dapat dimaklumi apabila saat mudik baik berangkat maupun pulang kota ditagih oleh-oleh.

"A, oleh-oleh dari jogjanya mana geh?"
"Nas, mana nih oleh-oleh jogjanya"

Pasti kalian pernah dapet pertanyaan seperti itu? 
Kalau iya berarti kalian seorang perantau. Oleh-oleh ibarat jadi sesuatu yang harus dibayarkan kepada keluarga ataupun teman yang rindu dengan kita. Jadi, harus siap-siap bawa oleh-oleh yaa pas pulang ke kampung halaman nanti. 


Jangan Lupa Bawa Oleh-oleh
3. Bawa Tas/Koper/Kardus Lebih dari Satu

 
Pagi tadi di Bandara, gue melihat para pemudik yang bawa barang super banyak. Dari yang mulai cuma bawa tas ransel ditambah sama yang di pegang di tangan sampe ada yang bawa koper lebih dari 2 bahkan kardus yang jumlahnya lumayan banyak. Untung di Bandara ada troli. Jadi gak perlu di gendong sana sini. Beda lagi ceritanya kalau kita mudik pake bus umum. Setidaknya kita harus menggunakan jasa seorang porter kalau badan kita gak mau encok-encok karena badan kita ditumpuk sama barang bawaan yang lumayan banyak. Kalau Bawa kendaraan pribadi juga mau gak mau harus disimpen di atas bagasi atau atap dari kendaraan kita. 




Bayangin deh seberapa besar euforia orang Indonesia untuk mudik. Kebiasaan kita untuk membawakan buah tangan dan beberapa cinderamata serta stok pakaian yang begitu. Gambar diatas menunjukkan bagaimana euforia yang begitu besar saat musim mudik telah datang. Semua orang rela berdesakan hingga berkeringat untuk mudik ke kampung halaman dan melepas rindu dengan keluarga. Seolah tidak peduli terkena macet ber-belas-belas jam di jalan, delay beberapa jam, hingga menempuh perjalanan lebih dari 24 jam; demi bertemu dan berkumpul dengan keluarga.

Gue sendiri pun merasakan hal yang sama. Berpisah dengan keluarga berbulan-bulan lamanya membuat gue tidak ingin merasakan kehilangan satu momenpun. Meskipun waktu yang dimiliki terbatas. Meskipun membutuhkan perjuangan yang panjang. Begitulah mudik, yang membuat mereka yang merasakannya rela melakukan apapun. Dari marah, bahagia, hingga tangis pun rela dilakukan. Yang penting mudik. Unik kan mudik di Indonesia? Punya cerita unik soal mudik? Yuk Comment.

Selamat Mudik, Selamat Idul Fitri 1437H. Jaga Kesehatan . Dan Hati-Hati dijalan karena keluarga menunggu dirumah.


Jun 13, 2016

Kebiasaan yang (Mulai) Hilang

Marhaban ya Ramadan,
Alhamdulillah gue masih dipertemukan di bulan Ramadan tahun ini. Dan secara tidak langsung gue telah menginjak bulan Ramadan yang ke 21 (sebelum masuk 22). Dan secara tidak langsung gue sekarang udah masuk semester tu-a. Dan secara gak langsung juga ini tahun ketiga gue menjalankan ibadah puasa di perantauan. Sahur sendiri, buka puasa juga sendiri; cuma dibangunin sama alarm. huhu (ala anak muda). Alhamdulillah nya, ramadan tahun ini juga hadir Copa America dan Euro 2016 yang siap mengganggu waktu tidur gue yang lutju.

Suatu kebahagiaan bagi gue apabila datang Bulan Ramadan, bulan dimana banyak barokah yang siap menjadi penghapus dosa gue selama gue hidup di dunia ini. Sebenernya, dosa gue bukan cuma satu atau dua tahun-banya. Tapi, tuhan maha pengasih, pemurah, dan penyayang memberikan satu kesempatan untuk kita sebagai umatNya untuk membersihkan dosa-dosanya. Iya, saat ramadan lah kita dapat memperbaiki semuanya. Tunggu dulu, tulisan gue sekarang ini emang berkaitan dengan Ramadan, tapi bukan tentang ceramah agama atau siraman rohani. Bukan kapasitas gue. Karena kapasitas gue sekarang cuma mengerjakan tugas-tugas kuliah yang sudah (akan) menemui deadlinenya.

21 tahun sudah gue hidup di dunia ini. Sudah hampir 2 dasawarsa gue diberi kesempatan untuk belajar di dunia ini. Umur segini, udah engga bisa dibilang umur yang masih kecil. Banyak tanggungan yang harus dan atau akan gue dapatkan di kemudian hari. Dari 2 dasawarsa tersebut gue bersyukur bahwasanya puluhan tahun kebelakang gue sudah menjalani beberapa bagian penting dalam hidup gue, salah satunya adalah bagian dimana gue pernah menjadi kecil dan berevolusi menjadi seorang anak-anak; iya, anak-anak yang bahagia di zamannya. Bahagia dengan segala macam permainan yang bersifat tradisional. Nyesel deh buat adek-adek yang baru dilahirin di era 2000an ini. Kenapa?

Jawabannya sederhana, karena zaman gue kebelakang jadi zaman terakhir atau zaman peralihan dari zaman yang konvensional atau tradisional menjadi zaman modern yang serba teknologi. Dirasakan atau tidak, dunia kita, hidup kita, dan bahkan keseharian kita selalu berkaitan dengan teknologi (yang super canggih). 

Di bulan Ramadan yang baru menginjak waktu kurang lebih satu minggu ini, gue jadi teringat saat gue masih berumur belasan tahun. Dimana gue yang waktu itu merasakan dua kehidupan yang berbeda. Di era 1990-2006-an gue berada di wilayah perumahan atau sering disebut komplek. Dan dari 2006-2013 gue berada di wilayah desa atau perkampungan. Perbedaan dari kedua wilayah inipun sangat terlihat; diantaranya adalah perilhal gaya hidup. Tapi tunggu dulu. Ada banyak kesamaan diantara kedua tempat tinggal gue ini. Terutama saat bulan ramadan tiba. Dibawah ini gue bakal mengajak kembali kalian untuk bernostalgia di masa anak-anak hingga remaja, dan semoga banyak kesamaan diantara kita (Cieee "Kita").

1. Bangunin Sahur Dengan Bedug

Pengalaman di bulan ramadan yang pertama adalah membangunkan sahur dengan berkeliling komplek/ kampung. Dengan dibantu oleh sebuah alat yang lazimnya digunakan saat panggilan shalat tiba. Bedug. Alat ini (dahulu) sering gue beserta teman-teman gue gunakan untuk membangunkan para warga yang sedang terlelap dalam mimpi indahnya. Asik, gue bisa dengan bahagianya menanyikan lagu-lagu apapun dengan diiringi suara merdu bedug yang memang begitu sangat khas.Bahkan demi mengasah kreatifitas, gue menggunakan ember dari bekas cat atau ember lainnya untuk pengganti bedug. Yang penting kita bisa bernyanyi dan gini lagunya:



"Sahur, sahur.... Dug dug dug dug dug."

"Bapak-bapak ibuk-ibuk teteh-teteh Tante-tante, ayo kita sahur dug dug dug dug dug"

Intinya kaya gitu, coba ditambah irama bedug deh. Pasti lebih enak.

Kebiasaan ini dilakukan gue dan teman-teman sepermainan setelah kita santap sahur. Dengan niat yang mulia dan penuh semangat gue keluar melawan hawa dingin yang sebenernya bikin bulu kuduk merinding. Tapi, dengan semangat yang membara semakin membuat gue semangat untuk mendorong bedug dengan gerobag keliling komplek/ kampung sambil diiringi dengan lagu-lagu yang merdu (tapi cenderung fals) demi membangunkan para warga yang masih tertidur. Ah Kangen.

2. Bermain Petasan

Sebenernya, bermain petasan adalah suatu hal yang dilarang. Zaman gue kecil dulu, banyak pedangan petasan yang di razia hanya karena mereka menjajakan petasan yang berjenis petasan korek atau petasan cabe. Alasannya adalah petasan ini mengandung daya ledak yang cukup besar walau bentuknya kecil. Tapi, main petasan itu jadi hiburan tersendiri buat anak-anak seusia gue waktu itu.

"huufftt (sambil niup petasan yang abis dibakar)''
"Duaaaaarrr" Bunyi petasan yang dilempar semau kita

Jadi satu agenda yang tidak boleh dilewatkan kalau buat main petasan. Apalagi main petasannya bareng-bareng. Saling serang satu sama lain. Dan mengganggu tetangga yang sedang tidur. Kalau sudah mau masuk waktu magrib kita akan berhenti dengan sendirinya. Tapi dilanjut lagi sebelum sholat taraweh. Kita hampir sama kaya teroris tapi bedanya kita punya muka yang lebih lucu dan imut dari mereka. Engga peduli dimarahin, duit jajan abis cuma buat ngebakarin petasan. Yang penting seneng.

3. Tanpa Main Gadget


Iphone
Samsung
Xiaomi
adalah merek-merek smartphone yang belum menodai masa kecil gue. Tanpa mereka gue masih bisa hidup dan menikmati masa-masa yang katanya indah saat kita masih kecil. Jangankan buat punya smartphone yang super smart dan canggih, orang kalau punya duit aja bukannya ditabung malah dijajanin di warung buat beli petasan atau buat rental ps 2 main harvestmoon sambil nunggu waktu buka puasa. Zaman gue dulu baru kenal hp nokia yang punya fitur paling canggih waktu itu, kaya radio fm, game snake dan sudoku.

Aseli, zaman kecil gue adalah zaman yang paling membahagiakan. Dimana gue bebas menghabiskan waktu gue diluar rumah dan lebih banyak ber-interaksi dengan teman-teman se usia gue. Bener kata pepatah; "Beda zaman, beda kebiasaan''. Zaman gue kecil, gue belum kenal yang namanya buka bersama, BBM, LINE, sampe game COC yang bikin anak-anak lupa waktu kalau udah main game itu. Gue emang suka main diluar rumah, tapi gue engga sampe lupa makan, lupa mandi, atau bahkan sampe lupa tidur. Buat gue tidur adalah jadi komoditi utama yang harus gue penuhi terlebih dahulu.

Kembali lagi perihal kebiasaan yang gue lakukan selama bulan ramadan diatas rasanya gue sudah sulit untuk menemukannya. Sekarang, orang-orang lebih suka membangunkan sanak family, kerabat, atau tetangga lewat sosial media yang ada. Selama gue tiga tahun merantau jarang gue menemukan di wilayah gue anak-anak atau remada yang rela membuang waktunya demi berbuat gaduh dengan bedugnya lalu berkeliling kampung untuk membangunkan tetangganya untuk santap sahur. Begitupun dengan cara bermain, generasi kekinian lebih suka menunduk dan asyik dengan dunia nya sendiri daripada harus berinteraksi dengan teman-teman yang ada di sekitar rumahnya. Jangankan buat beli jajanan sama beli petasan korek, uangnya udah habis buat beli paket bulanan untuk main social media dan buat beli pack COC. 

Sedih, karena kebiasaan yang gue lakukan saat beberapa tahun lampau sudan mulai menghilang karena tergerus zaman. Karena anak-anak sekarang lebih nyaman melihat layar yang berwarna daripada melihat dunia yang berwarna. Lebih nyaman berada di depan layar kotak daripada menikmati luasnya dunia. Lebih senang berinteraksi dengan batas tapi seperti tak terbatas daripada berinteraksi dengan dunia luar yang memang tanpa pembatas. Lebih senang menggoyangkan jari daripada mengajak mata untuk melihat segalanya. Kalau gue merasa kebiasaan ini mulai hilang dan bahkan tidak ada. Bagaimana dengan kebiasaanmu di komplek atau kampung tempatmu tinggal? Apa sama? Berbahagialah.   


Apr 22, 2016

Yang (Biasa) Dilakukan Saat Menunggu

Menunggu bagi sebagian orang adalah hal yang paling membosankan. Menunggu bis di halte yang kena macet, menunggu pesawat di bandara yang kena deelay, menunggu pesanan makanan saat kita terasa lapar, atau menunggu masa lalu untuk enyah dari bumi ini? (Hayoo siapa yang masih ngarep sama masa lalunya? Move on geeh). Buat gue, menunggu itu bisa diprediksi. Misal, saat gue laper dan pas jam makan siang, dan yang pasti kita bakal nunggu buat makan. Jadi harus sabar.

Soal menunggu, setiap orang pasti punya caranya sendiri. Ada kata kiasan gini, "menunggu adalah hal yang paling membosankan". Benar-kah? atau ada kata kiasan lainnya yang lebih keren? Buat gue, menunggu itu emang hal paling membosankan. Apalagi kita nungguin cuma sendirian. Udah kebayang kan betapa membosankannya-saat waktu untuk menunggu itu. Kalau berdua atau lebih sih enak, ada temen ngobrol. Kalau sendiri yaa mau ngobrol sama siapa? Tembok aja ajak ngobol.

Setiap orang pasti punya cara yang unik yang bisa dilakuin sambil nunggu. Ada yang kerjaannya sambil nunggu cuma liat-liat jam sambil berharap waktu dapat berjalan lebih cepat. Ada yang tidur sejenak sambil melepas lelah dan menunggu waktu saat menunggu. Atau ada juga yang sambil nunggu itu cuma sebatas ngupil atau garuk-garuk tangan atau sambil gigit-gigit kuku kaya gue mehehe. Tapi, menurut gue itu bukan hal yang biasa dilakukan saat kita menunggu. Gue melihat ada beberapa kebiasaan dari orang yang sedang menunggu. Gini kebiasaannya:

1. Main Handphone
Sebelum gadget secanggih sekarang, mungkin beberapa generasi senior sudah mengalami masa dimana doi menunggu sambil main handphone. Gue juga pernah mengalami hal itu. Main handphone jaman dulu beda kaya jaman sekarang. Orang dulu kalau main handphone itu cuma ada 3 hal yang biasa dilakuin; Smsan, telfonan, atau dengerin Radio Fm. Kalau sekarang gimana?
Generasi sekarang udah bergeser dari masanya handphone yang terdahulu. Sekarang handphone bentuknya layar datar dan bisa disentuh tanpa keyboard berbentuk fisik. Isi menu nya pun masih banyak. Engga kaya handphone jaman dulu yang isinya gitu-gitu aja. Terus, fitur yang ada di handphone pun semakin beragam. Kita bisa denger lagu langsung dari koleksi kita tanpa harus nunggu penyiar radio muterin playlistnya yang kadang engga sesuai sama kesukaan kita. Kejadian ini barusan gue alamin saat gue sedang menunggu seblak yang lagi fenomenal. Gue liat mbak-mbak dengan raut wajah yang agak bete nunggu pesenannya jadi. Doi sambil nunggu sambil megang handphone nya yang sebesar talenan itu. Dia kadang buka menu, kadang balik lagi ke homescreen, kadang liat bbm (yang isinya broadcast semua), atau kadang cuma liat panggilan masuk dan keluar walau isinya cuma panggilan operator. Kamu sering kaya gini kalau lagi nunggu?
2. Ajak Ngobrol Orang di Sebelah Kita
Indonesia, begitu negara ini dikenal begitu ramah. Warga Indonesia dikenal warga yang mudah diajak untuk berbicara meskipun dengan lawan bicara yang tidak dikenal. Selain itu juga, kita dikenal sebagai bangsa yang murah senyum. Kalau kata orang sunda sih Indonesia adalah Bangsa yang someah atau yang artinya bangsa yang ramah. Kita dianggap negara yang paling murah senyum, negara yang ramah dari negara-negara lainnya. Keren kan? pasti bangga jadi orang Indonesia.

Ngomongin soal ramah, murah senyum, dan lain sebagainya, gue sering menemukan mereka-mereka yang kaya gitu. Beberapa kali waktu gue di ruang tunggu bandara atau stasiun atau bahkan terminal sekalipun nemuin mereka yang ramah dan setidaknya menyapa gue. 

"Mau kemana mas?"
"Tujuannya kemana mas?"
atau yang lainnya. Kata-kata ini emang terkenal basa-basi. Tapi, kata itu bisa nunjukin kalau kita ingin memulai pembicaraan. Biasanya juga gue sering menggunakan kata-kata itu untuk memulai suatu pembicaraan dengan orang yang kita kenal. Meskipun terkesan basa-basi tapi setidaknya memulai atau mengajak ngobrol orang yang ada di sebelah kita adalah salah satu cara untuk mencairkan suasana yang membosankan saat kita sedang menunggu.
3. Stalking
Stalking adalah serangkaian kegiatan ala anak muda sekarang untuk mencari tahu tentang seseorang. Bisa mencari tahu kegiatan yang sedang dilakukan, atau hanya sekedar scroll up dan scroll down time line sosial media. Stalking mulai terkenal setelah era gawai ber-layar touchscreen dan maraknya sosial media. Stalking juga muncul dari mereka-mereka para pengguna sosial media. Bahasa kerennya sih pengen tau tentang orang lain. Saat ini stalking menjadi kebutuhan sekunder. Stalking bisa dilakuin sama siapa aja. Bisa stalking time line pacar, gebetan, atau yang bekas-bekas, atau bisa juga timeline artis favoritnya. Stalking sekarang udah dibawah kebutuhan primer.
Nah, di era teknologi dan internet ini, stalking jadi kegiatan paling mengasyikan saat kita menunggu. Saking enaknya stalking kadang kita melupakan orang yang ada di sekitar kita. Karena sibuk sama gadget nya dan sibuk stalking, kita melupakan kebiasaan yang dilakukan oleh orang menunggu yang kedua. Stalking bikin kita lupa kalau kita tinggal di negara yang dikenal sebagai negara yang ramah. Terlalu asik stalking buat kita jadi orang yang tertutup looh. Makanya, mulai dari sekarang kurang-kurangin stalkingnya.
dari om gugel
Nah, udah tiga gue tulis kebiasaan yang dilakukan saat menunggu. Ini cuma berdasarkan penglihatan gue selama ini yaa. Kalau ada yang gak sesuai kan berarti kebutuhan akan menunggu itu berbeda. Namanya juga manusia, yang dalam hidupnya pasti menemukan banyak perbedaan.