Nov 23, 2018

Kenapa Tak Kau Ajarkan?

Kamu itu pemarah!!!

Kamu itu orangnya emosian!!
Kamu kasar!!

Ayah, tahukah engkau, beberapa manusia di bumi ini bilang kalau aku orangnya seperti yang aku tulis di awal blog ini. Benarkah aku seperti itu sampai semesta yang diwakili manusia banak berkata seperti itu? dan Kenapa kau tak ajarkan aku untuk tidak menjadi manusia yang seperti itu ayah?

Siang ini, aku duduk manis di sebuah surau menantikan Khutbah Jumat di mulai. Sebelumnya, aku tak akan pernah tahu apa tema khutbah yang akan dibawakan oleh khatib. Apakah tentang keimanan seseorang, apakah tentang agama seseorang, atau bahkan tentang peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW, karena bertepatan dengan bulanNya. 

Ternyata tema Khutbah pada hari ini tentang "Ayah." Tentang bagaimana kita menghormati ayah, tentang bagaimana seharusnya ayah memberikan sentuhan kepada anaknya terutama anak laki-lakinya.

Mendengarkan tema ini karena menurut saya ini menarik. Hampir 20 tahun aku lupa rasanya dipeluk ayah, hampir lupa rasanya ayah memberikan nasihat terbaik yang tidak disertai amarah, hampir lupa rasanya di bimbing oleh ayah. Dan yang paling aku rindukan adalah aku lupa rasanya diajarkan membaca al-qur'an yang baik oleh ayah.

Benar kata Khotib, sebagai anak seharusnya kita terus di bimbing oleh ayah kita dengan porsi yang lebih banyak dari bimbingan seorang ibu. Setiap anak laki-laki perlu sentuhan maskulinitas dari seorang ayah. Tentang bagaimana menghadapi kerasnya dunia, tentang bagaimana harus bangkit jika sedang terpuruk, tentang bagaimana menjadi seorang lelaki yang bisa menghargai orang lain terutama wanita tanpa harus menyakitinya. Tapi, aku tak pernah dapatkan itu ayah.....

Tulisan ini menjadi wakil, wakil saat aku sedang jatuh dari dunia, wakil saat aku tak mampu bangkit dari dunia, wakli saat ibu tak bisa menuntun untuk tetap berdiri, bahkan wakil saat semesta menyakitiku. Aku tau ayah saat ini sedang sibuk dengan keluarga barunya. Apalagi, ayah sedang bahagia karena memiliki anak kecil nan cantik dari istri yang sekarang. Aku pun turut berbahagia ayah. Ayah seharusnya tidak lupa, ayah punya dua anak laki-laki yang saat ini sedang mencoba tumbuh. Ayah lupa? dari dulu, aku tidak pernah di dampingi ayah saat melangkah. Ayah selalu melepaskanku setelah ayah memberikan perintah-perintah. 

Ayah, manusia lain tidak pernah mau peduli dengan sikap aku sekarang. Yang mereka tahu, aku ini orang yang pemarah, yang mereka tahu aku ini orang yang penuh emosi. Dibandingkan pula aku ini dengan manusia lainnya, ayah. Aku iri, iri dengan mereka yang bisa sampai sebesar ini didampingi oleh ayahnya, didampingi untuk menjadi seorang lelaki yang kuat, lelaki yang tidak menjadi lelaki pemarah, lelaki yang bisa bangkit sendirian dari keterpurukannya.

Sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Aku terlanjur di didik oleh kerasnya dunia, makanya aku ini menjadi pemarah. Aku terlanjur dibesarkan oleh amarahmu ayah, padahal aku tak ingin menjadi seperti itu. Aku ingin dibanggakan oleh se isi rumah dan orang-orang terdekat sebagai lelaki yang sebagaimana lelaki pada umumnya. Lelaki yang penyabar, lelaki yang bekerja keras, lelaki yang tidak menjadi pemarah, bahkan menjadi lelaki yang kelak akan diidolakan oleh anak-anaknya. 

Ini jadi sebuah Challenge, aku akan buktikan pada dunia bahwa aku tanpa sentuhan ayah adalah aku yang bisa menjadi manusia yang lebih baik bagi manusia lainnya dan semesta ini. Karena kelak aku akan jadi seorang ayah yang nantinya akan diceritakan pada dunianya "Aku punya Ayah yang hebat lho, dia selalu bimbing aku untuk kuat, untuk tidak jadi pemarah, dan untuk menjadi manusia yang mampu berdiri tegak walau banyak badai yang menerpa."

Jika kau tak pernah ajarkan sentuhan itu sekarang padaku, aku lah yang akan ajarkan dan berikan sentuhan itu seperti mereka (anak-anak) yang mengidolakan ayahnya sendiri.

Semoga kelak, ayah dan anak-anakku nanti dapat membaca tulisan ini dan semesta mendukungnya.

0 comment: