Dengan penuh tekad dan keyakinan yang sekuat baja, aku
tetap memutuskan untuk melanjutkan cita-citanya. Meskipun aku harus melihat
bapaknya kehilangan mata pencaharian karena kambing semawata wayangnya harus
dijual untuk aku berangkat ke Jakarta.
Hari
itu, memang mentari yang biasanya terlihat cerah belum menampakkan sinarnya.
Nampak masih malu-malu untuk muncul ke permukaan bumi ini. Namun, suara ayam
sudah seperti vocal group sedang berlatih. Saling menyambut suara merdu satu sama
lain.
Di
dalam rumah, keluarga kecil ini juga terlihat lebih sibuk dari biasanya. Hari
ini memang hari dimana aku akan berangkat ke ibu kota untuk mejemput cita-cita,
mimpi, serta harapannya disana. Dengan hanya berbekal uang tidak lebih dari dua
juta rupiah dan doa, Rena memutuskan untuk mengasah kemampuan dan
keberuntungannya disana.
Keluarga
kecil ini memang tidak pernah melewatkan untuk melakukan sholat subuh
berjamaah. Karena, bapaknya tetap mengajarkan kepada anaknya bahwa hanya ALLAH
lah Sang Maha Esa. Dan ini adalah kesempatan terakhir bagi keluarga kecil ini
untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
“Assalamualaikum warohmatullah wabarakatuh” Terdengar
ayah mengucapkan salam tanda berakhirnya Shalat
Ibu
yang tepat berada disamping aku menyambut salam yang dilayangkan oleh aku, dan
dilanjutkan oleh bapak. Setelah itu mereka melanjutkan doa.
“Tuhan,
terima kasih engkau telah menganugrahkan kami keluarga kecil yang bahagia.”
Ungkap ayah sambil menatap anak dan istrinya
“Terima
kasih juga engkau menganugrahi aku dan istriku seorang anak yang cerdas.”
Lanjut bapak
“Terima
kasih karena kami masih diberikan nafas hingga saat ini. Sehingga aku dan
istriku dapat melihat anak kami bahagia. Bahagia dengan segala kekurangan yang
kami miliki.”
Air
mata mulai menetes dari mata indah aku. Seolah tak kuasa untuk meninggalkan
rumah ini. Rumah dengan sejuta kenangan yang ada. Rumah yang tidak sebesar
istana ini justru mampu menghadirkan banyak kebahagiaan.
“Sudah nak, kami selalu mendoakanmu disana. Jaga dirimu
baik-baik disana.” Ucap ibu sambil mengusap rambut ku
“Iyah bu, Rena janji engga akan ngecewain perjuangan
ibu sama bapak.” Jawab Rena tersedu-sedu
“Bapak bangga nak dengan kamu. Bawa nama baik bapak dan
ibu yah.” Sambung bapak
Selepas
sholat subuh, aku dibantu ibu mempersiapkan apa yang akan dibawa untuk
menghadapi kerasnya ibu kota. Pakaian, buku-buku semuanya aku bawa. Taka da
kosmetik yang Rena miliki. Karena aku tidak terbiasa menggunakan kosmetik dan
aku juga sadar bahwa untuk bisa makan saja sudah bersyukur.
Matahari
pagi itu sudah hampir meninggi. Aku akan diantar oleh ibu dan bapaknya ke
terminal terdekat. Tak memiliki kendaraan bermotor tidak menyurutkan langkah
mereka untuk mengantar Rena. Mereka bertiga cukup berjalan kaki bersama-sama
kemanapun mereka akan pergi.
“Aku bangga memiliki keluarga seperti kalian pak,bu”
Ungkap Rena dalam hati
Bapak
dan ibunya ini memang sangat menyayangi aku. Karena, aku adalah anak
satu-satunya mereka. Anak perempuan yang paling mereka sayang. Anak yang kini
juga menjadi kebanggaan mereka. Dikampung ini, baru aku yang bisa berkuliah di
Universitas Indonesia. Apalagi dengan beasiswa penuh yang didapatkannya.
Tak
terasa langkah mereka yang begitu jauh ini telah sampai. Dari terminal inilah
aku akan memulai perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup yang berat di Jakarta
nanti. Mengarungi arus kehidupan yang begitu keras disana.
“Nak, ibu dan bapak hanya bisa mengantarkan kamu
disini. Kami sudah tidak memiliki ongkos untuk mengantarmu sampai ke kota.”
Ungkap ibu sebelum aku menaiki angkot
“Iya bu, tidak apa-apa. Doakan Rena untuk semuanya.”
Jawab aku yang mulai meneteskan air mata
“Rena juga pamit yah bu.” Sambung Aku sambil melakukan
salam perpisahan dengan bapak dan ibu
“Hati-hati dijalan ya nak.” Jawab bapak sambil mencium
keningku
Dari
kampung aku harus meneruskan perjalanannya menuju terminal di kota. Perjalanan
yang cukup panjang untuk aku menempuh jalan kesuksesan. Jalan yang mungkin
nanti
Dapat merubah sedih bapak dan ibu menjadi senyuman
dimasa tua mereka.
“Akan ku bayar lunas semua pengorbanan bapak dan ibu.”
“Aku harus bisa menjadi kebanggaan dimasa tua mereka.”
Perjalanan
memang masih cukup panjang. Dan aku baru akan memulainya sekarang. Dari kampung
aku akan merubah dunia. Dunia akan tau siapa aku. Rena yang akan merubah
semuanya.
“Selamat datang di Jakarta”
Kata
itu terlihat jelas di baliho saat aku akan memasuki ibu kota. Tersadar dari
lamunanku tenang kota ini. Kota dengan berbagai macam aktifitas didalamnya.
Berbagai macam karakteristik manusia ada di kota ini. Yang aku punya saat ini
hanya selembar surat tanda aku di terima di Universitas Indonesia tempat aku
akan menggapai mimpiku.
Dari
terminal ini aku aku melanjutkan
perjalanan aku ke depok. Masih terasa lama untuk sampai di tempat aku menaruh
mimpi. Selama perjalanan itu aku hanya memperhatikanm daerah sekitar.
Gedung-gedung tinggi, dengan kaca yang berkilau saat terkena cahaya. Ribuan
kendaraan yang memadati ibu kota. Lama aku terlelap dalam lamunanku tentang
kota ini. Membuat aku tersadar bahwa aku telah sampai di Universitas impianku.
“Terima Kasih tuhan, aku bisa menginjakkak kaki ku di
Kampus ini. Di kota ini.”
Langkah
kaki ku sempat terhenti dengan apa yang aku lihat. Seakan tidak percaya
nantinya aku akan belajar di sini. Di tempat yang diimpikan oleh semua orang.
Aku bersyukur bisa menginjakkan kaki disini. Sedih bercampur bahagia aku bisa
mencicipi kerasnya Jakarta.
“Pak, bu aku sudah sampai di Jakarta. Aku akan memulai
untuk membuat kalian bangga disini.”
“Dokan Rena bu, pak.”
Tuhan sampaikan doaku ini pada mereka yang jauh disana.
Aku akan memulai mimpiku disini, di Ibu Kota ini.
0 comment:
Post a Comment