Dec 31, 2014

Kenapa Indonesia ?

Indonesia, negara dengan penduduk terbanyak kelima yang berada diantara samudera hindia dan samudera pasifik. Negara ini terletak diantara garis khatulistiwa yang terbentang. Indonesia terdiri dari sekitar 13 ribu pulau dengan berbagai macam suku dan bahasa. Dari ribuan pulau yang ada di Indonesia menyediakan keindahan yang mungkin tidak akan didapatkan di negara lainnya, ah Indonesia. Dari penjelasan singkat tersebut, Indonesia memang dikenal sebagai maritim, negara kepulauan, negaranya para wisatawan yang haus akan tempat-tempat surga yang ada di negara ini. Pulau Bunaken, Tanjung Lesung di ujung barat Pulau Jawa, Pulau Komodo, dan masih banyak lagi ratusan bahkan ribuan tempat-tempat indah yang tuhan ciptakan untuk Indonesia. Keren kan Indonesia ?

Gue sendiri lahir di Indonesia, beranjak besar di Indonesia, menuntut ilmu pun di Indonesia, sampai gue mengetahui betapa luar biasa indahnya negeri ibu pertiwi ini. Negeri ini memang memanjakan setiap mata yang ingin menikmati keindahannya, gue pun baru menyadari kalau negara ini memang negara yang begitu indah. Indah dilihat dan indah saat dirasakan.

Setelah dewasa, gue mulai ingin mengetahi seperti apa Indonesia yang indah itu. Indah alamnya, indah lautnya, indah pegunungannya. Negara ini sudah komplit dengan apa yang dimilikinya. Bahkan engga cuma keindahan alamnya saja, pengisi indah alamnya pun beragam. Coba bayangkan saat berada di pulau Bunaken dengan berbagai macam biota laut yang tinggal disana. Gue yang waktu kecil punya mimpi ke luar negeri, sekarang sedikit demi sedikit mulai berubah. Mimpi gue saat ini adalah mengelilili negara yang menyediakan keindahan sekaligus mendukung pembangunan pariwisata di negeri ini. Semoga.

Sedikit demi sedikit mimpi itu mulai gue realisasikan. Gue memulai mimpi itu dari tempat kelahiran gue, Banten. Mungkin banyak yang tidak mengetahui tentang keindahan Banten. Mimpi itu dimulai waktu gue dipertemukan dengan teman yang sependapat dengan gue. Travelling. Travelling yang masih dibilang murah. Yang penting bisa mendukung mimpu gue, mengelilingi Indonesia. Gue sendiri pernah nulis tentang awal mula kami memulai misi melakukan sebuah perjalanan dengan biaya yang sangat minim disini. Dan awal kisah itu pernah juga gue tulis disini.Gue juga pernah nulis tentang first trip dari gue dan teman-teman gue disini.

Sampai gue kuliah sekarang pun misi itu tetap berjalan. Sekarang, gue menemukan seorang partner yang mau gue ajak untuk mengelilingi kota istimewa. Hampir setiap sudut kota ini gue jelajahi. Di setiap sudut itu juga gue mengetahui berbagai macam hal. Gue yakin disetiap tempat yang baru akan tersedia sebuah pengalaman baru yang tidak dapat dilupakan. Cerita di setiap sudut yang gue kunjungi pun berbagai macam. Menarik dan selalu menarik untuk kembali diceritakan. Menjadi sebuah susunan kisah yang sangat indah, sama seperti keindahan alam ini.

Setelah semua itu gue lewatin sampai sekarang, gue merasa ketagihan. Iyaa, gue ketagihan untuk terus tau, mencari, dan berusaha untuk terus menyusuri setiap sudut yang mampu menyediakan keindahan negeri ini. Mampu menunjukkan bahwa negeri ini memang indah dan indah.

Sempat gue merasa menyesal kenapa gue gak kenal negara ini dari gue masih kecil. Kenapa juga kedua orang tua gue engga mengenalkan tentang negara ini lewat keindahannya. Kenapa juga gue engga punya mimpi keliling negara ini dari kecil.

Memang, kisah gue ini belum seberapa dibanding para pencari keindahan lainnya yang mungkin pengalamannya lebih dari pada gue. Tahu keindahan negara ini secara langsung. Tapi, setidaknya gue punya harapan ingin mengetahui lebih lagi tentang negeri ini. Dan gue yakin negeri ini bukan cuma punya sisi negatif yang ada didalamnya. Banyak kok hal-hal positif yang ada di negeri ini. Cobain deh. Supaya lebih tau kenapa Indonesia. Nanti gue ceritain lagi yaa Kenapa Indonesia.

Dec 28, 2014

Mengenang Tsunami Aceh

24 Desember 2004 lalu, umur gue baru 10 tahun. Umur yang masih unyu-unyu untuk mengetahui hal apapun yang ada di dunia ini. Gue belum ngerti gimana caranya buat diri gue sendiri bahagia, belum ngerti gimana masalah hidup itu ada, bahkan dengan cobaan hidup. Gue belum ngerti gimana tanggal, bulan, dan tahun itu meluluhlantahkan bumi Aceh. Gue belum ngerti gimana dulu gelombang besar yang namanya Tsunami itu berhasil meluluhlantahkan hampir sebagian dari Aceh. Bencana alam yang termasuk kategori luar biasa dari sebelumnya. hampir 200.000 jiwa yang menjadi korban. Bukan cuma Aceh yang merasakan bagaimana dahsyatnya Tsunami hasil dari Gempa 9,0 SM ini, negara-negara tetangga seperti Thailand, Sri lanka, bahkan sampai ke Maladewa juga kena dampaknya. Dari beberapa sumber yang gue baca, bencana ini merupakan bencana yang paling hebat dari bencana sekelas letusan Gn. Krakatau.

Aceh menangis, Indonesia menangis, sampai seluruh dunia pun ikut menangis melihat banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Hati seluruh manusia di seluruh penjuru dunia merasakan duka yang begitu mendalam setelah bencana ini. Dengan waktu yang singkat bantuan terkumpul dari berbagai penjuru dunia. Dari berbagai kalangan.

Gue sendiri waktu itu cuma menyaksikan bencana tersebut lewat televisi. Yang gue inget sekarang adalah pagi itu, 10 tahun yang lalu gue lagi asik nonton tv dirumah. Mungkin, itu juga yang lagi dilakukan korban tsunami Aceh. Gue dapet kabar dari salah satu stasiun televisi swasta kalau di Aceh abis gempa 9,0 SM. Dulu, gue juga belum ngerti gimana gempa itu. Bahkan setelah gempa itu terjadi tsunami, gue belum juga ngerti gimana tsunami itu. Karena yang gue lihat tsunami itu sama kaya banjir biasa. Cuma bedanya tsunami datangnya dari laut.

Waktu itu emang gue masih polos-polosnya. Tetangga sibuk ngumpulin bantuan pun gue dengan senang hati cari bantuan buat sodara-sodara gue di Aceh sana. Jauh Aceh itu. Sampe sekarang pun gue belum pernah menginjakkan kaki disana. Cuma lewat peta aja gue tau kalau Aceh itu ada di ujung barat negeri. Setelah beranjak dewasa, sedikit demi sedikit gue mengerti bagaimana peristiwa itu terjadi. Bencana yang sungguh dahsyat. Porak poranda, hancur terbawa air bah tsunami, sampai keluarga yang dicintai pun hilang ditelan gelombang besar. Gue sendiri pernah terfikir bagaimana hal itu terjadi ke keluarga gue. Mungkin gue engga sekuat mereka dalam menghadapi ujian tuhan ini.

Gue cuma pernah denger kisah itu dari salah satu temen gue pas pesantrenisasi di kampus. Temen gue itu asli meulaboh dan dia sekarang hidup dengan ibunya. Dia kehilangan seluruh keluarganya. Untuk menceritakan kejadian itu dia engga mampu. Sebenernya gue juga engga mau nanya soal luka lama. Tapi, gue pengen tahu bagaimana dahsyatnya tsunami itu.

Dari situlah gue ngerti tentang arti kehilangan yang sesungguhnya. Bagaimana kita baru menyadari suatu hal apabila telah kehilangan sesuatu tersebut. Mungkin benar bagi sebagian orang yang kuat karena segala sesuatu itu hanya titipan dari tuhan. Tapi, tuhan engga mungkin mengambil sesuatu begitu saja tanpa melihat bagaimana kita berusaha keras menjaga sesuatu tersebut.

Gue lihat berita, baca koran tentang ada ibu yang terseret arus tsunami sambil menggendong anaknya, ada kakak yang berpegangan erat bersama dengan adiknya walau orang tuanya sudah hilang terbawa arus. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak ingin kehilangan sesuatu yang berharga, keluarga. Kalau sudah kehilangan, mustahil untuk kembali lagi, mustahil untuk hidup lagi, mustahil untuk kembali bersama lagi tertawa bersama, marah, dan menangis.

Sekarang, sudah satu dasawarsa bencana yang menghancurkan Aceh itu berlalu. Kini, Aceh mulai bangkit dan kembali bergeliat. Para korban yang masih hidup tangguh menghadapi cobaan selama ini. Bangkit untuk lebih baik. Aceh percaya bahwa Aceh tidak hanya sendiri menghadapi musibah ini. Mata dunia  seolah terketuk untuk bersama-sama membangun Aceh. Sekarang, Aceh sudah terlihat lebih tersenyum dari sebelumnya. Mereka bangun bersama menghilangkan tetesan air mata yang dulu selalu terlihat. Menangis tidak akan mengembalikan keluarga mereka. Menangis tidak akan membuat Aceh menjadi sedia kala. Kini, Aceh lebih tersenyum. Lebih indah dan lebih damai dari sebelumnya.

Mengenang bukan harus bersedih melihat masa lalu, mengenang hanya untuk mendoakan mereka yang telah pergi terlebih dahulu. Tangis air mata bukan berarti lemah, tangis air mata menunjukkan bagaimana rasa itu ada. Satu doa dari gue untuk Keluarga, Aceh, dan seluruh Indonesia agar tuhan selalu menjaga setiap langkah orang-orang yang ada di sekitar. Dan tuhan selalu memberikan kekuatan untuk kami.

Bangkit terus Aceh. Tunjukkan kalian bisa terus dan akan terus tersenyum

Dec 21, 2014

Untukmu...... Ibu

Tahun ini tanpa terasa gue sudah menginjak kepala dua. Sekitar satu bulan yang lalu gue resmi menyandang predikat itu. Predikat dimana ini menunjukkan kalau gue bukan seperti umur satu tahun. Umur yang selalu butuh bimbingan untuk menjalani kerasnya hidup.

Sampai saat ini masih banyak hal yang belum bisa gue rubah sepenuhnya, dan salah satunya adalah tentang seorang wanita yang begitu hebat. Ibu. Sosok dimana wanita itu adalah wanita satu-satunya yang menurut gue seperti malaikat. Ia bisa menjadi apapun bagi gue. Segalanya.

Setelah gue menerima predikat kepala dua, gue baru sadar betapa pentingnya peran seorang ibu. Ia mampu mengemban tugas yang sangat berat sekalipun. Ia dengan tabah mengajarkan buah hatinya untuk menjadi seseorang yang kuat, menjadi seseorang yang tangguh, dan menjadi seseorang yang penuh dengan kebahagiaan.

Ia mampu melewati masa demi masa yang sulit. Senyum demi senyum yang terindah. Tawa demi tawa yang dilewati setiap harinya. Hingga sedih yang hinggap di hidupnya yang bahagia. Ia mampu tangguh menghadapi berbagai macam badai dan cobaan.

Kalau mengeluh itu diperkenankan oleh tuhan, mungkin ibu akan selalu mengeluh. Sama seperti gue, buah hati yang dilahirkan hanya untuk mengeluhkan hidup yang diterima. Tapi, berbeda dengan ibu. Ia menunjukkan apa yang tidak seharusnya gue lakukan. Walau terkadang itu sangat pahit.

Bait demi bait tulisan ini mungkin tidak akan mampu menggantikan peluh keringatnya, tetes air matanya, hingga senyum indahnya. Bait tulisan ini hanya mampu menggambarkan sedikit banyak apa yang ia ajarkan untuk buah hatinya. Gue.

Baru gue sadari betapa pentinga arti seorang ibu yang luar biasa. Yang mau dengan ikhlas menuntun gue untuk menjadi seseorang yang lebih lagi. Bahkan untuk sebuah kebahagiaan. Ia rela sulit selagi buah hatinya dapat bahagia.

Gue menyadari itu semua saat gue mulai memisahkan diri dengan orang hebat itu, ibu. Ada yang hilang rasanya bagi gue. Kalau kata pepatah bagai sayur tanpa garam. Iya bagai sayur tanpa garam, bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Disini gue serba sendiri. Gue harus dituntut cepat beradaptasi dengan dunia yang baru. Dunia yang bahkan belum pernah gue tau sebelumnya. Dunia yang dulu mungkin cuma angan-angan buat gue. Dunia yang lebih keras dari sebelumnya.

Menyesal kenapa gue engga dari dulu mengerti peran sesungguhnya dari seroang ibu. Peran yang mungkin tidak akan pernah mampu dijalankan oleh siapapun selain dirimu, ibu. Engkau tangguh, engkau begitu luar biasa.

Selamat Hari Ibu, walau jauh disana tapi cinta anakmu akan tetap dekat.

Selamat Hari Ibu, karena setiap hari ibu akan mengisi hari-hari buah hatinya

Selamat Hari Ibu, untuk para calon ibu yang luar biasa.


Bahagialah, tuhan selalu bersama malaikat hati anak-anakmu. Ibu.

Dec 14, 2014

Saat Merindu Rumah

Taraaaaaa. Tulisan pertama gue dibulan Desember. Setelah dibulan kemarin gue jarang sekali menemukan hal-hal baru yang mesti gue ceritain di blog ini. Didukung juga berbagai aktivitas dan gempuran tugas yang dosen kasih. Jadi, gue sekarang bukan sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Gue punya aktivitas juga doong.....

Baru gue sadari banyak aktivitas ternyata buat gue lupa segalanya. Gue lupa gimana makan enak, gue lupa gimana tidur nyenyak, dan gue juga lupa menanyakan kabar dari orang-orang yang gue cintai di tempat yang berbeda. Saking gue udah punya aktivitas.

Waktu semester 1 gue sering menanyakan kabar dari mereka yang jauh disana. Nyokap misalnya, gue hampir sering menanyakan kabar beliau. Menanyakan beliau sedang apa. Begitu juga dengan jagoan nyokap gue yang lainnya. Yaa, adik gue. Tapi, intensitas gue dan adik gue masih kurang dibandingkan antara gue dan nyokap.

Semester 1 juga gue belum merasakan yang namanya rindu dengan rumah. Kalau kata anak perantauan sih "Home Sick". Satu momen dimana mereka yang jauh sedang rindu akan rumah beserta orang dan isi-isinya.

Gue sering memperhatikan mereka yang sedang berada di dunia perantauan. Ada yang update "Kangen Rumah", "Kangen Mamah", "Kangen Masakan Mamah" dan lain sebagainya. Itu yang di nama-kan home sick.

Selama hampir 2 semeseter gue belum merasakan bahkan belum mengerti apa itu homesick. Karena, hampir setiap 3 bulan juga gue pulang pergi jogja-serang. Wajar aja kalau gue belum mengerti seperti apa merindu rumah itu.

Hal ini baru gue rasakan setelah gue mulai bekerja keras mencari rupiah. Semester dua gue harus sejenak tidak bersentuhan dengan materi-materi yang ada di bangku kuliah. Selama 6 bulan itu gue cuma fokus mencari rupiah. Dan itu bikin gue lupa dengan mereka yang jauh disana. Yang gue tau gue harus terus bekerja keras demi menyambung hidup gue di perantauan ini. Terkesan berlebihan memang. Tapi itu kenyataannya.

Masuk ke semester 3, gue kembali diberi kesempatan oleh tuhan untuk berada bersama kawan-kawan seperjuangan untuk menuntut ilmu. Gue merubah semua mindset gue yang ada di semester 1. Gue  coba cari kegiatan ini itu. Mulai mau ikut beberapa kepanitiaan. Dan ternyata itu bikin gue lupa dengan dunia gue yang jauh disana. Siklus kuliah - rapat- pulang - rapat pun sudah mulai akrab dengan gue.

Gue mulai merasakan rindu. Rindu akan mereka yang jauh disana. Rindu suasana gaduh yang dibuat sama jagoan kecil nyokap gue. Rindu sama nyokap yang bawel kalau anaknya pulang larut malam. Bahkan, gue rindu masakan nyokap walau nyokap jarang masak.

Pulang ke kos. Penghuni kos sepi senyap. Langsung tidur. Bangun tidur udah pada sepi di kos. Cuma ditemenin sama teknologi. Entah itu ditemenin TV, Laptop, atau gadget. Beda kalau gue pas masih atau lagi dirumah. Dari bangun tidur sampai tidur lagi pun banyak hal yang engga bisa gue perkirakan.

Gaduh karena gue yang ribut sama adik gue. Atau liat nyokap ngomel-ngomel karena anaknya belum sholat subuh. Atau nyokap yang ngomel karena gue sering minta duit buat hal hal gak perlu. Atau nyokap yang ngomel karena gue sering bangun siang.

Sedangkan di sini, gue sering banget tidur sampai tengah siang apalagi hari minggu. Mau nabung aja kadang segan. Bahkan untuk teman interaksi pun terbatas. Iya terbatas oleh ruangan 4x3 meter dimana setiap tembok adalah sekat untuk berinteraksi karena didalam sekat itu setiap tuan nya punya teknologi masing-masing yang bikin malas untuk keluar. Keluar kamar pun cuma buat mandi bahkan cuma buat boker. Abis itu ? masuk kamar lagi.


Hidup gue terasa statis. Iya statis cenderung bisa ditebak hidup gue disini seperti apa kalau udah masuk ruangan ukuran 4x3 meter itu. Beda banget kalau dirumah yang mungkin dulu gue belum sadari betapa indahnya waktu bersama orang-orang yang gue cintai.

Gue selalu menyia-nyiakan waktu untuk bersama mereka. Gue belum ngerti gimana nyamannya berada diantara mereka. Bahkan, gue belum tau makna berkumpul dengan mereka. Dulu, gue belum bisa memanfaatkan waktu yang tuhan berikan buat gue untuk saling berbagi keluh kesah dengan mereka.

Anak rantau, saat sedang merindu rumah hanya bisa memandang foto diatas speakernya. Gambar antara ibunda dan kedua jagoannya yang selalu tersenyum. Tanpa tau bagaimana sulitnya dunia itu seperti apa. ah.... rindunya.........