Sep 9, 2019

Stop Menghujat Mereka yang Punya Masalah Mental!

Hari ini, memutuskan untuk kembali membuka ruangan kosong di blog yang sudah mulai penuh dengan sarang laba-laba ini.

"Lho nas, kok nulis di jam kerja?"

Gue lagi bosen kerja terus! hahaha

Seperti biasa, kalau bosan dengan rutinitas pekerjaan, meskipun pekerjaan itu menulis juga, gue mulai scroll sosial media; twitter tepatnya. Dan secara mengejutkan di post oleh salah satu akun yang punya base followers yang cukup banyak. Gini isinya:

Sebagai pencandu twitter banget, hal yang pertama gue lakukan adalah scroll down tab reply dari akun tersebut. Beberapa pendapat gue setuju, isinya:

"Gangguan jiwa bisa terjadi sekalipun kamu beriman. Jangan pikir karena beriman lalu ga mungkin kena depresi post partum, psikotik, anxiety disorder, OCD dsb Setiap orang punya kerentanan masing masing. Ga usah nuduh iman orang lain kurang hanya karena kerentanannya beda denganmu" Tweet: @jiemiardian (dr. Jiemi Ardian).


Yaa, gue pun sependapat dengan cuitan yang dilontarkan oleh dr. Jiemi tersebut. Kadang memang suka mikir, apasih yang membuat orang itu tega berkata seperti itu? Apa hanya karena kebutuhan konten? Apa hanya karena dia merasa hidupnya lebih bahagia?

Padahal menurut gue, kita gak bisa memprediksi apakah kita akan selamanya bahagia dengan yang kita rasaka saat ini di masa depan. Kita juga gak bisa maksa kita harus seneng terus dari hari ini, besok, dan hari-hari berikutnya. Meskipun memang gue pun selalu punya keinginan untuk terus hidup bahagia dengan yang kita miliki kan? Sama lah.

Lalu, gue mencari tahu sebelum tulisan ini naik (lagi). Gue mencari tahu, apasih itu Post Partum? kaya yang di jabarkan oleh dr.Jiemi tersebut. Setelah gue mencari dari beberapa sumber, Post Partum adalah Depresi yang dirasakan oleh wanita pasca melahirkan. Gejala Post Partum juga gak sembarangan. Gejala dapat berupa insomnia, hilang nafsu makan, mudah marah yang intens, dan kesulitan membangun ikatan dengan bayi. Gejala ini memang tidak semua orang rasakan. Karena memang kebanyakan seorang ibu akan senang melihat buah hatinya hadir di dunia.

Meskipun gue belum berumah tangga dan baru tau soal post partum dan baby blues belakangan ini (baby blues sih udah agak lama), tapi gue tidak pernah mengaitkan antara mental healthy ini dengan kurangnya iman seseorang. Kenapa? mari kita bahas sesuai dengan analisa sotoy gue.

Yang pertama, gejala ini menurut gue adalah salah satu gejala yang tidak bisa dirasakan atau didapatkan oleh setiap orang. Bagi orang yang merasakan, tentu ini menjadi sebuah cobaan yang cukup berat; berat sekali. Bagi yang tidak merasakan gejala ini adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Di era sosial media ini, orang yang selalu terlihat bahagia adalah orang yang ingin selalu menunjukkan kebahagiaannya; agar dunia tahu. Positifnya adalah sang followers jadi tahu bahwa objek tersebut selalu bahagia, alhamdulillah. Iya, jika memang share nya hanya tentang kebahagiaan dirinya dan keluarganya. Berbeda dengan orang yang merasa selalu bahagia di hidupnya, tapi tetap membandingkan dengan orang yang tidak lebih beruntung darinya dengan menghujat bahkan. Motivasinya apa mereka update seperti itu tanpa memikirkan perasaan orang lain tersebut? Silahkan tanyakan pada mereka yang seperti itu, banyak kok diantara kita.

Yang kedua, orang yang sedang mengalami gangguan mental atau depresi (inget, gangguan mental bukan berarti gila lhoo ya!). Beberapa manusia paling bahagia menganggap bahwa orang yang sedang depresi atau gangguan mental adalah orang gila. Jangan salah, mereka yang depresi itu masih bisa diajak komunikasi dengan baik kok.Terus juga mereka masih ingat kok siapa yang ada di sekitarnya. Atau juga, mereka yang depresi itu juga tidak melulu tidak beriman lhoo. 

Pengaitan antara keimanan seseorang dengan gangguan mental adalah salah satu pendapat yang salah besar menurut gue. Memang, pada masa-masa saat ini entah kenapa orang yang (merasa) agamis cenderung melakukan labelling Tak Beriman pada mereka yang tak sesuai jalur apa yang agamanya ajarkan. Padahal, ya bukan kaya gitu konsepnya! Mbok udah gitu lhoo kalau merasa agamanya bagus yaa jangan menghina orang yang agamanya belum sebaik kamu. Duh, malah nyinyir gue.

Yang ketiga, ini yang paling menurut gue dan juga habis sharing sama temen, kita sepakat kalau orang yang sedang mengalami depresi atau gangguan mentalnya itu hanya butuh didengarkan dan dirangkul bukan malah dihujat ataupun melakukan yang kurang tepat seperti gambar diatas. Biarkanlah mereka yang sedang mengalami masalah itu kita dengarkan. Perihal menghilangkan nyawa anaknya sendiri, negara ini punya pihak yang mengurusinya. Jangan jadi manusia yang suka menjadi polisi moral bagi manusia lainnya yang tidak seperti kita. Siapa tau, mereka butuh bantuan kita. Yuk, rangkul dan dengarkan orang di sekitar kamu. Berikan mereka tempat untuk bercerita, dengerin aja deh kalau gak bisa ngasih masukan lebih. Biar gak terulang lagi kasus-kasus seperti ini di kemudian hari.