Dec 12, 2015

Hal-hal Sederhana Dalam Hidup

Hujan sendu lagi jatuh di langit Jogja beberapa hari ini. Hujan seolah jadi malaikat disaat Kota ini lagi panas-panasnya. Nyengat, pokoknya panasnya Jogja Jahat. Bikin gue item. Gitu. Tapi malem ini gue sedikit seneng liat Jogja berkabut kaya di Bandung dan beberapa kota yang memang beriklim dingin. Gilaa Jogja berkabut men. Gue fikir asap-asap jahat gitu kan. Ih, ngeri.

Hari ini sebenernya biasa aja. Sama kaya hari-hari yang lainnya. Dimana gue kuliah dari hari senin sampe hari jum'at. Kalau sabtu minggu kan waktunya libur. Terkecuali hari sabtu di penghujung semester. Mendekati berakhirnya semester, makin banyak sabtu-sabtu gue yang terganggu. Kuliah pengganti semakin bertebaran kaya upil. 

Beberapa hari yang lalu, gue dapet teguran dari sesama manusia. Lebih tepatnya dosen gue. Beliau menyadarkan gue yang sering melewatkan untuk beribadah dikala matahari belum terbit. Biasanya, gue ternyenyak di kasur yang engga empuk dan baru akan membuka mata saat gue mulai mendengar suara-suara aneh di kost. Teriakan gak jelas. Gue disadarkan meskipun itu terkesan disampaikan hanya seperti intermezzo dosen untuk mahasiswanya. Buat gue, hal-hal yang mungkin menurut gue sederhana, ternyata penting. Kata-kata dosen gue sampai beberapa hari seetelahnya masih membekas di otak gue. Gak peduli gue tidur jam berapa pun, yang penting gue harus bangun setelah ayam berkokok dan sebelum matahari benar-benar meninggi. Intinya, kata-kata sederhana-pun bisa begitu membekas buat gue. Selagi itu emang bener-bener positif.

Banyak hal sederhana yang (mungkin) gue lupa, tapi itu sangat berarti buat gue khususnya.

Contohnya aja, waktu kecil kedua orang tua gue sering mengajarkan gue kalau kita butuh seseorang itu harus keluar kata "tolong."  

"kamu, kalau butuh bantuan orang lain meskipun itu kecil atau besar tetep harus bilang tolong. Biar orang lain juga ikhlas bantu kita." kata-kata sakti dari sang bapak yang sering gue denger waktu dulu. 
Iya, bener, tolong buat kita pas minta bantuan jadi lebih ringan. Kenapa? kita yang minta bantuan sama orang lainpun membuat mereka menghargai mereka. Setidaknya, orang lain yang dimintain tolong sama kita pun akan lebih ikhlas dalam menerima bahkan memberi bantuan kepada kita. Gue juga diajarkan sama nenek kakek gue sebagai cucu terbesar. Mereka mengajarkan gue betapa pentingnya berucap kata "maaf" saat melakukan sebuah kesalahan. Sama kaya kata tolong diatas, kecil ataupun besar, kalau gue melakukan kesalahan ya harus bilang maaf.
Sumber;: https://maskakank.files.wordpress.com
Kata maaf  bagai obat pereda nyeri. Disaat orang lain mungkin menilai kita salah, dengan maaf lah semua nya bisa dikurangi. Kalau kita tetep bersikeras dan enggan buat bilang maaf ya tinggal tunggu aja waktunya untuk orang lain pun melakukan perlakuan yang sama dengan apa yang gue lakukan. 

Malu? gengsi bilang maaf? udah bukan jamannya lagi. Gengsi dan malu cuma ada di telenovela masa lalu dan terus diadopsi di sinetron kekinian. Kenapa? biar penontonnya pun mengadopsi apa yang mereka lihat. Buat gue, maaf adalah penyejuk. Setidaknya mengurangi. Entah itu rasa kesal bahkan dendam. Cobain deh.

Belum lengkap rasanya kalau kita butuh bantuan bilang tolong dan bilang maaf  kalau kita melakukan sebuah kesalahan. Harusnya, terselip kata terima kasih saat kita diberi bantuan oleh seseorang. Apapun bantuannya, entah itu kecil ataupun  besar.

Sumber: https://ivanlanin.files.wordpress.com
Terima kasih adalah rasa apresiasi gue dan mungkin juga dengan yang lain. Sependapat. Terima kasih sebagai bentuk penghargaan yang paling sederhana dari diri gue untuk orang lain. Ini bukan tentang plakat, piagam, piala, atau penghargaan lainnya. Terima kasih adalah sebuah penghargaan yang paling tulus dan terbilang murah.

Menurut gue murah, karena gue cuma butuh mulut gue untuk terbuka dan mengucapkan 11 kata yang terangkai dalam kata terima kasih. It is so easy, tanpa gue mengeluarkan sepeserpun untuk membalas jasa seseorang kepada diri gue. Kemampuan yang hanya ada di ucapan yang sangat sederhana bahkan akan lebih sangat berarti daripada penghargaan yang membutuhkan beberapa biaya.

Banyak sebenernya hal-hal sederhana di dalam hidup. Terkadang, gue melupakan hal yang sederhana tersebut. Terlupakan oleh hal-hal yang membuat gue besar kepala di hidup ini. Iya, saat gue sedang berada diatas mungkin gue bakal lupa dengan ada yang dibawah gue. Berusaha balance adalah salah satu cara. Atau inget-inget apa yang pernah di ajarin sama orang tua, orang-orang yang ada di sekitar kaya keluarga, teman, sahabat,bahkan kekasih yang mungkin akan setiap hari berada di hidup gue. 

Manusia butuh alarm untuk mengingatkan segala perilakunya. Kalau ada orang lain yang mengkritisi kalau kita salah itu wajar. Biar belajar buat kedepannya. Kalau itu bikin gue jadi lebih baik kenapa gak gue ambil. Kalau itu emang gak baik buat diri gue ya biarin aja. Simple kan?

Sebuah penghargaan terbesar buat kalian yang rela menyisihkan waktunya untuk berkunjung dan sedikit membaca artikel yang (mungkin) tidak sepenuhnya penting buat kalian. Setidaknya, dari sinilah gue memberanikan diri untuk berkarya. Terlebih untuk diri sendiri. Terima kasih untuk segala kerendahan hati dari dalam hati gue yang paling dalam untuk semuanya. Izinkan gue untuk terus berkarya di blog ini. Terima kasih.

Dec 7, 2015

Wawasan Itu Perlu

Sore sendu, sambil ditemenin rintik hujan yang cukup bisa dibilang kampret. Iya kampret, karena bikin gue stak di kamar mulu kaya upil yang gak mau keluar. Serba mager pokoknya. Mager iya dingin juga. Gitu kalau kata anak muda masa kini.

Mikir mau ngapain, gue cuma berada di ruangan 3x3 khas perantauan menengah kebawah. Layar laptop aja nyala terus. Mungkin dia lelah habis begadang hampir 2x24 jam. Ngapain lagi? liat rak buku isinya sebagian besar buku kuliah (walau gak selalu dibaca).  Ada beberapa buku menarik yang belum sempet gue selesain. Ada buku Yerussalem dan bukunya Pandji yang Nasional.Is.Me. Mending baca buku ini daripada sendu-sendu rindu mendengar gemericik hujan. Serius buku ini mulai gue baca dari sebuah tanda dari pembaca yang belum menyelesaikan bacaannya (re: lipetan kertas).

Ada kalimat yang menarik mata gue dari buku Pandji ini. Bab I yang judulnya " Dari Sebuah Permintaan Sampai Sebuah Renungan". Kenapa menarik ?

Pertama, kalimat: Diri kita adalah hasil dari pengambilan keputusan

Kenapa menurut gue kalimat ini menarik ? Karena gue yakin setiap orang belum sadar kalau diri(nya)lah dibalik semua keputusan yang diambil. Entah itu baik atau buruk.

Kalimat kedua yang menurut gue menarik adalah: wawasan akan menentukan keputusan.

Menarik, karena ternyata keputusan yang gue ambil selama ini adalah berdasarkan wawasan gue. Memang engga semua keputusan. Tapi, sedelah difikirkan dan di renungkan memang keputusan itu diambil berdasar wawasan atau pengalaman kita. Sama kaya apa yang Pandji bilang tentang keputusannya mau ambil jalan apa dari Pak Tani menuju Sarinah-Thamrin pukul 08.00 wib. Keputusannya Pandji ini mirip dengan keputusan yang gue ambil saat lulus SMA lalu.

Merantau sebelumnya engga pernah ada di benak gue. Awal masuk SMA pun adalah keinginan dari Bapak yang punya temen deket di salah satu SMA negeri di kota kelahiran. Kalau kata orang dulu, anak harus nurut apa kata orang tua dan itu benar terjadi. Entah karena takut dibilang durhaka atau karena emang gue belum punya keputusan untuk memilih. Hidup nyaman dengan tempat tinggal yang nyaman meski engga besar pun ternyata ikut mempengaruhi pola fikir gue yang ingin selalu nyaman. Makan tinggal ambil, minum tinggak tenggak, bahkan jajan pun tinggal angkat tangan kanan yang terbuka. Simple dan nyaman.

Kelas 1 - 2 SMA gue merasa hidup gue sangat nyaman. Meski gak terlalu bergelimang harta. Apa yang kedua orang tua gue kasih ternyata sukses menghipnotis gue. Meski cuma tinggal di rumah sederhana di salah satu pelosok desa di Kota Serang. Tapi itu menurut gue (cukup) nyaman. Awal masuk ke kelas 3 SMA semua berubah. Bak petir menyambar di siang bolong. Sama persis kaya kisahnya Pandji di buku itu, orang tua gue bercerai dan membuat gue beserta mamah dan adik gue harus pergi dan berpindah ke sebuah kontrakan yang tidak lebih kecil dari kamar gue dirumah. 

Anak mana yang engga kaget ngalamin kejadian kaya gini.Tapi hal itu gak bikin gue langsung down. Sebentar lagi UN. Kalau gue down mau jadi apa sekolah gue? berantakan? gak mungkin. Bisa hancur orang tua yang udah susah payah nyekolahin anak-anaknya. Dapet kabar orang tua bercerai sehari sebelum UN adalah pukulan telak buat gue. Tapi, gue tetep semangat meraih semuanya. Sebelum menuju UN, gue sempet punya angan untuk pergi merantau.

"Ngapain sih kamu jauh-jauh merantau? Kan di Serang juga ada kampus. Negeri lagi." Kata-kata pertama yang terucap dari mulut bapak waktu itu.

Sedangkan, kontradiksi gue dapetin dari mamah. Beliau mengijinkan anak pertamanya ini pergi ke luar daerah bukan ke luar negeri.

Sebenernya, awal mula gue pengen merantau adalah pas study tour zaman SMA. Waktu itu gue dan rombongan bertolak ke Jogja sebagai kota pelajar. Pertama gue biasa aja. Tapi, setelah jalan hari kedua gue mulai tertarik dengan kota ini. Dengan segala keramahan kotanya yang ditunjukkan dari slogan-slogan kota bahkan nama jalan yang masih ada aksara jawa kuno. Gue bahkan gak peduli waktu itu dikasih jatah tengah malem buat belanja ke Malioboro. Yang gue tau ternyata pedagang di Malioboro itu tutup jam 10 malem. lah, terus gue mau beli apa? masa bodo.

Dari situ keingin tauan gue tentang Jogja mulai tinggi. Browsing sama sini (dulu masih pake hp samsung android versi gingerbeard). Tanya guru sama sini. Sampe rela bolak-balik kantor BP buat minta brosul lama atau baru tentang kampus-kampus di Jogja. Dan ternyata keingin tauan gue di pertengahan masa SMA ini membuat gue sudah memiliki sebuah keputusan. Gue harus merantau!.  Asumsi gue saat itu adalah merantau bikin gue kenal banyak orang. Dengan kenal banyak orang ilmu dan pengetahuan gue juga akan banyak. Gak cuma itu-itu aja.

Gue merantau bukan karena banyak duit. Bukan. Semua ini karena niat. Niat pengen belajar dan niat pengen nambah pengetahuan. Biar wawasan gue juga nambah. Siapa tau makin banyak. Positif. Dan benar apa yang dibilang Pandji dalam bukunya, bahwa wawasan akan menentukan keputusan. Gue adalah orang yang pertama merantau jauh beratus-ratus kilometer dari rumah dari temen-temen satu kelas gue. Sekarang, udah hampir 3 tahun gue merantau di Jogja. Udah hampir banyak pengetahuan yang gue dapet selama hidup ini.

Gue jadi teringat, gimana gue (dulu) saat memulai untuk kost. Disaat semua penghuni kost ini adalah para lelaki. Mereka diantar oleh kedua orang tua. Sedangkan gue? mengandalkan sahabat kecil yang sudah merantau duluan. Bukan itu yang gue maksud. Bukan tentang gue di anter orang tua atau engga. Merantau mengajarkan kemandirian. Gimana mau mandiri kalau awal merantau aja udah di anter orang tua beli meja, beli kasur, bahkan sampe beli sarung bantal. Gue engga iri. Gue malah bisa membanggakan diri karena kemandirian gue ini.  Banyak dari anak kost gue yang engga tau apa-apa tentang Jogja. Bahkan dia lebih dulu masuk dunia kuliah daripada gue. Kenapa? Karena hidup dia cuma di kost aja. Bangun pagi-Kuliah-Pulang kuliah- tidur. Pasif. Gak pernah mau keluar kamar buat sekedar jalan atau cari hal yang baru.

"Eh, koe ngerti hatono mall ra? kui mall'e guede banget."
"Eh, koe wes pernah mangan neng pak min rung? Mahal men'e."
"Eh, koe ngerti ra amplaz kui mahal-mahal hargane." Beberapa kutipan tetangga yang hampir dua tahun ini sering gue denger.

Bukan gue sombong atau gue banyak duit. Gue sering ke mall, gak berarti belanja dengan harga yang mahal atau buang-buat duit. Engga. gue cuma butuh refreshing. Gue sering makan di Pak Min, Banyak yang bilang Pak Min Recomended. Gue sering makan di pinggiran kaya Tora-tora. Dan itu hal yang biasa. Kalau dibilang mahal, coba kalian keluar jogja atau keluar kota (misal Jabodetabek). kalian gak mungkin bisa makan enak harga di bawah 20 rebu dengan  porsi yang cukup banyak. Gitu juga dengan ke mall atau tempat-tempat wisata yang dibilang mahal. Bukan gue hedon atau apapun. Coba kalian keluar. Main keluar gak perlu mahal. Gue sering kok main ke suatu tempat dengan modal pas-pasan. Demi cuma refreshing, cari pengalaman, cari wawasan. Siapa tau dari semua itu kamu bisa ngajak mereka yang belum tau.

Bener kata Pandji di bukunya. Wawasan menentukan keputusan. Dari wawasan kita dapat membentuk pengetahuan. Dari wawasan kita juga dapat membentuk cara berbicara. Dan dari wawasan kita dapat berpandangan seluas bumi.  Sayang kalau merantau cuma tidur lucu di balik pintu kamar kos. Apalagi cuma kuliah pulang. Lebih enak kalau kita merasakan langsung setiap hal yang pernah dilakukan oleh orang lain. Atau bisa jadi pembeda, kalau kamu punya wawasan lebih tentang semuanya. Keputusan gue untuk merantau ya untuk nambah wawasan. Biar gak disitu-situ aja. Kalau udah merantau juga jangan gitu-gitu aja.

Percayalah, wawasanmu akan merubah pandanganmu tentang semua ini. Termasuk negeri ini.

Nov 22, 2015

Tiga Fase Hubungan

Dalam suatu hubungan itu gak selalu mulus semulus paha para personil ceribel. Percaya atau engga, di setiap hubungan itu ada batu kerikil yang tajem bahkan sampai tertawa yang paling bahagia karena suatu hubungan yang ada. Hubungan gak selalu indah kaya di FTV. Gak juga selalu buruk kaya di sinetron remaja sekarang. Yang tiba-tiba jadian karena satu tempat kemping bareng, yang tiba-tiba minta putus karena satu tayangan reality show setiap jam 3 sore, atau kaya di ftv yang abis jadian tiba-tiba bersambung.
source gambar: doktercinta.info

Pengalaman soal menjalin sebuah hubungan mungkin bukan pengalaman yang baru di hidup gue. Entah itu langsung gue alami sendiri waktu ada di sebuah hubungan. Atau hubungan orang lain yang biasanya cerita ataupun gue liat langsung. Dari situ gue dapat memperhatikan sebuah kebiasaan yang muncul dalam suatu hubungan. Suatu hal yang lumrah kalau gue dan pasangan sering tertawa bareng, berantem, atau meneteskan air mata berlapis berlian (itu agak hiperbola sih). Hal itu juga mungkin sama kaya pasangan-pasangan lain yang ada di seluruh penjuru dunia ini.

Makan bareng, jalan bareng, liburan bareng, bahkan boker pun sering bareng (tapi itu jarang) adalah hal yang akan dialami oleh setiap pasangan yang berbahagia pada umumnya. Bosen, marah, kesel, berantem juga adalah suatu hal yang akan dialami oleh setiap pasangan yang (kurang) berbahagia pada umumnya. Setiap pasangan punya caranya masing-masing dalam menjalankan roda hubungannya baik yang baru, yang sudah setengah jalan, atau sedang berjuang menuju tahap yang paling berbahagia dalam hidup; menikah.
Source gambar: www.nuwansa.com


Di umur gue yang udah masuk kepala dua lebih sedikit ini, tentu gue melihat beberapa hal yang ada didalam sebuah hubungan dari setiap insan yang menjalaninya. Biasa gue sebut ini sebagai fase. Karena hubungan ini seperti roda yang terus berputar. Kadang diatas kadang dibawah. Kadang bahagia kadang juga hubungan ini selalu ada intrik kesedihan didalamnya. Fase ini sering gue sebut fase tiga bulan hubungan. Fase ini gue dapet setelah melakukan riset kecil pada suatu hubungan. Sedikit dari hubungan gue yang sedang gue jalani, hubungan gue yang lama berlalu, hingga hubungan orang lain yang sedikit banyak juga jadi perhatian riset kecil gue ini. Ada tiga fase dalam konsep fase tiga bulan ini. Pertama, Fase awal. Kedua, fase Pertengahan. Dan yang ketiga, Fase selanjutnya.

1. Fase Awal

Fase awal adalah sebuah fase yang dialami oleh para pasangan yang baru menjalin hubungan cintanya. Biasanya di fase ini hubungan akan terasa selalu manis. Selalu ada kata untuk si "dia" dimanapun, kepada siapapun, dan kapanpun. Selalu ingin memuji segala hal positif tentang pasangan. Kalaupun ada keburukan si lawan pasangan, itu cuma angin lalu tanpa dihiraukan. Dalam fase ini, semua hal yang dilakukan dalam hubungan ini akan selalu terasa indah.

"Jangan lupa makan ya, sayang"

"Jangan lupa Sholat ya, sayang"

Bahkan sampai "Jangan lupa cebok ya, sayang" adalah hal yang biasa ditemukan pada dua sejoli yang baru saja menjalin asmara. Kebanyakan dari fase ini adalah mereka yang di mabuk asmara. Terbuai oleh indahnya kata-kata cinta. 

Fase ini akan dirasakan oleh pasangan tersebut pada rentang waktu tiga bulan pertama hubungan. Dengan kata lain, gue menyebut fase ini sebagai fase manis dalam hubungan itu sendiri. Biasanya hubungan ini belum mendapatkan sebuah ujian yang berarti. Hubungan di fase ini selalu berjalan mulus. Fase ini juga termasuk dalam fase pencitraan pasangan. Dimana hal buruk akan selalu hilang seperti apa yang telah disebutkan pada tulisan sebelumnya.

2. Fase Pertengahan  

Fase yang kedua biasa gue sebut sebagai fase pertengahan. Fase ini adalah fase lanjutan dari fase awal. Hubungan yang telah berjalan lebih dari tiga bulan. Biasanya, dari apa yang gue lihat, di hubungan ini suatu hubungan mulai merasakan kerikil tajam hingga pasang surutnya hubungan. Akan banyak cobaan yang datang silih berganti di hubungan ini. Mulai dari salah faham yang sepele, hingga rasa bosan yang mulai muncul dalam suatu hubungan. 

Pada fase ini, pasangan yang menjalani suatu hubungan tersebut akan benar-benar diuji. Baik dalam hal kesabaran, ke-konsistenan, hingga kesetiaan. Biasanya apabila ada pasangan yang mulai merasakan kebosanan dalam suatu hubungan namun tetap memegang teguh komitmen dan kesetiaan terhadap pasangannya akan tetap bertahan pada hubungan yang diperjuangkannya. Akan berbanding terbalik pada orang yang tidak memiliki hal tersebut. Semua hal yang manis akan berubah menjadi hal yang pait. Hubungan akan terasa lebih hambar daripada sayur tanpa garam. Atau bahkan lebih pahit dari ketek yang jarang di bersihin.

Intinya, orang yang gagal dalam fase ini akan lebih mudah berpindah kelain hati dan akan terus berusaha untuk mencari celah agar lepas dan mengakhiri hubungannya daripada bertahan dan memperjuangkan hubungan yang ada. Kepuasan, adalah hal yang akan mendukung seseorang untuk terus mencari pasangan yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan orang yang berhasil pada fase ini akan terus berjuang, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangannya demi terciptanya sebuah hubungan yang baik. 

3. Fase Selanjutnya

Fase selanjutnya atau dengan kata lain fase lanjut ini adalah sebuah fase atau siklus yang mampu lebih mendekatkan sebuah hubungan. Semakin terciptanya hubungan baik antar kedua pasangan yang menjalin cinta. Melangkah ke fase seperti ini adalah bukan berdasarkan sebuah keterpaksaan setelah menjalani fase pertengahan. Orang yang melangkah terlalu jauh dan masuk ke dalam fase ini dapat dipastikan dalam hubungannya akan banyak kebohongan yang tercipta. Biasanya, hubungan itu hadir karena berbagai macam faktor, yang salah satu faktornya adalah keterpaksaan.

Fase ini, bagi mereka yang berhasil melewati fase pertengahan menurut gue adalah orang yang serius dalam menjalankan sebuah hubungan. Di fase ini juga sudah mulai terkikis rasa pencitraan antar pasangan seperti pada fase awal. Fase ini, lebih dominan untuk tidak jaga image terhadap pasangan. Sudah keluar sifat asli, hingga tidak canggung untuk melakukan hal-hal hingga bersama pasangan. Kalau kamu berhasil melewati ketiga fase awal ini maka kamu akan berlanjut ke fase-fase berikutnya dalam sebuah hubungan.

Dari ketiga fase yang gue sebutkan diatas, bukan berarti semua pasangan harus melewati fase ini, tidak. Setiap pasangan punya caranya sendiri dalam menjalankan hubungannya. Setiap pasangan punya caranya sendiri untuk bahagia. Bahkan untuk sedih bersama. Karena bisa jadi, sedih dan bahagia adalah jalan paling baik untuk mendekatkan satu sama lain. Pasanganmu bukan cuma sebagai seorang kekasih, tapi teman untuk saling berbagi cerita. Berdoalah pada tuhan jika inginkan hubungan yang ada berlanjut ke tahap selanjutnya. Jangan lupa, doa restu orang tua itu penting.

Riset sederhana ini sebenernya sudah gue lakukan dari awal gue merantau. Karena hubungan itu seperti siklus air laut, merasakan pasang surut. Hubungan yang baik tidak harus selalu bahagia, bisa jadi dari kesedihan yang dialami dapat menjadi sebuah pelajaran. Pelajaran yang gue dapet selama ini adalah pelajaran tentang bagaimana cara menghargai pasangan. Sama halnya gue menghargai orang tua gue, hanya beda level saja cara memnghargainya. Jadi, sudahkan kalian merasakan fase-fase ini? Selamat berjuang di hubungan kalian masing-masing. Dan jangan lupa buat saling percaya dengan pasangan masing-masing.

Nov 12, 2015

Waktu yang (mulai) Hilang

Ingatkah kita jaman masih kecil dulu? jaman yang selalu bikin kita bahagia, bikin kita nangis, bahkan jaman yang bikin kita sering dijewer telinganya karena pulang ke rumah sebelum magrib atau karena baju yang awalnya berwarna cerah terus pas pulang ke rumah warna nya berubah jadi gak jelas arah dan tujuan perubahan warna itu. Inget gak? kalau gak inget coba inget-inget lagi deh. Kalau udah inget jangan sampe ketawa-ketawa sendiri yaa ngingetnya. hihihi.

Kalau ngelamun ke masa kecil dulu, rasanya emang kurang afdol kalau kita engga sambil senyum-senyum bahkan sampe ketawa-ketawa gitu. Rasanya ada rasa bahagia tersendiri mengingat itu semua. Ada hal yang engga mungkin bakal terulang di masa itu. Emang hidup ini adil. Cukup satu kali masa itu terjadi dengan kondisi dan keadaan yang bener-bener asli gue, elo, dan kita rasain. Pasti bakal terbesit sebuah keinginan dan bakal terucap "gue pengen balik lagi ke masa kecil gue." Kok bisa? coba elo kembali ke paragraf satu baca, pahami, dan renungi. Atau tetep baca di paragraf gue yang selanjutnya.

Pertama kali gue tinggal hidup sendiri tanpa campur tangan orang tua (walau masih ngemis duit sama orang tua) itu pas gue mulai merantau di Jogja. Percaya gak percaya itu awal dari hidup kita untuk hidup yang benar-benar berkualitas. Kenapa? karena hidup kita ya kita sendiri yang tentukan. Kemana kita melangkah ya itu pilihan kita. Bukan lagi atas dasar suruhan bahkan paksaan dari orang tua pas kita sekolah dan tinggal bareng orang tua. Hal kaya gini persis sama apa yang kita rasain di masa kecil kita. Kita bebas melangkah kemanapun dan dengan siapapun kita main, bergaul, bahkan sampe berbagi cerita. Yang jadi pembedanya, masa kecil dulu kita belum ngerti apa itu sebuah permasalahan, sebuah persaingan, bahkan sebuah politik. Setelah lulus SMA, masa untuk kita cari kemana kehidupan kita lah yang dibutuhkan. Saat kita salah memilih jalan, kita punya cara buat balik lagi ke jalan yang sesuai. Terus dengan fase yang sama, tapi dengan pilihan kita sendiri.

Pertama kali  gue tinggal di Jogja, rasanya belum waktunya gue juga lepas dari temen-temen sepermainan gue di jaman sekolah dulu. Entah itu temen di sekolah ataupun temen di rumah. Intinya temen ngumpul deh. Bahkan temen yang dari kecil bareng-bareng sekalipun rasanya gue belum bisa lepas. Masih ada keinginan untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi bahkan keinginan untuk bertemu yang masih tinggi.

Tapi, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia gue mulai merasakan ada sesuatu yang berubah. Berubah jauh engga kaya kita ngerasain apa yang kita rasain di masa kecil itu. Bukan masalah uang kamu seberapa banyak buat beli segala sesuatu yang mendukung untuk melakukan sebuah pertemuan dengan temen dan sahabat gue. Sekarang, masalahnya adalah soal waktu. Coba liat seberapa sering kita main sama temen-temen kita, terus kita bandingin sama masa kecil gue. Seberapa sering kita pergi main, pergi ngobrol dari pagi buta sampai waktu menjelang adzan magrib. Jangankan ketemu untuk waktu yang selama itu, untuk waktu beberapa jam aja sulit. Perlu adanya pengaturan moment yang tepat untuk kedua pihak.

Pernah gak sih kita kefikiran untuk mengulang waktu yang sama? sekedar ngobrol sambil nge teh aja misalnya atau sambil ngopi gitu. Terus sambil cerita masa kecil kita dulu. Bukan terus bahas bisnis dan planning kedepan atau bahkan terus nunduk dengan layar gorilla glass  kita atau sejenisnya. Ngobrol dengan kualitas dan kuantitas. Tanpa adanya kesulitan menyamakan momen dan waktu. Tanpa banyak wacana yang terbuang gitu aja?

Sulit kayanya buat mengembalikan waktu yang mulai hilang sekarang ini. Sulit buat gue rasanya merasakan bermain bersama dengan durasi tak terbatas tetapi dibatasi oleh orang lain. Sulit mengembalikan momen itu. Semakin bertambahnya usia, semakin bertambah juga kesibukan dan keinginan  untuk mengejar mimpi masing-masing. Bahkan mimpi kekanak-kanakan.

"Kalau udah gede nanti aku mau jadi dokteeerr."

"Kalau udah gede nanti aku mau jadi tentaraaaa."

"Kalau udah gede nanti aku mau pergi ke bulaan."

Gak ada mimpi kekanak-kanakan yang pengen ketemu temen atau sahabatnya masa kecil dulu. Pas sama-sama masih suka main bola sampe larut magrib atau pas ujan gede, ataupun main di sungai sampe pulangpun basah-basahan, atau saling ledek-ledekan nyebut nama orang tua karena siapa yang paling banyak nama orang tuanya disebut berarti orang tua kita terkenal. Bukan  kaya sekarang yang saling berlomba update ditempat bonafit dengan harga selangit. Check in sana sini di rumah makan mewah atau hotel ternama. Upload foto di lobi hotel kelas atas. Atau OOTD di depan rumah mewah yang di lewatin pas mau kuliah.

Bukan gue munafik akan hal kaya gitu. Terkadang untuk waktu yang berkualitas tapi minimalis itu sulit. Butuh di tempat makan yang enak dulu baru kita bisa kumpul semua. Padahal, sahabat yang baik adalah sahabat yang saling berkunjung. Sekedar ingin berkunjung atau hanya ingin tau keseharian sahabatnya, bahkan hanya sekedar menanyakan hal-hal pribadinya kaya pacar yang setelah kita tau terus kita ciye-in karena dia dekat dengan wanita ataupun sebaliknya, ketawa-ketawa berbagi pengalaman yang epic di perantauan kita, atau bahkan sampai cerita soal jodoh masing-masing. Seru kan. Karena waktu gak bisa diganti di waktu lainnya. Karena waktu yang hilang gak akan kembali. Karena semakin kita bertambah dewasa, berarti akan besar kemungkinan kita akan semakin hidup masing-masing. Entah dengan pekerjaannya, keluarganya, atau bahkan mimpi-mimpi lain yang belum tercapai.
sumber: microcyber2.blogspot.com

Nov 2, 2015

Jadi Gini.....

Yeaayy November. Udah awal bulan lagi. Awal bulan berarti kantong tebel buat mereka yang jadi anak kost. Awal bulan jadi bulan produktif gue untuk terus berkarya. Iya, gue belakangan udah gak produktif lagi. Nge blog juga cuma sebulan sekali. Banyak faktor sih sebenernya. Tapi, faktor utamanya gue sudah memasuki semester tua. Semester dimana gue lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan penelitian ini itu. Baca buku yang banyak juga buat bahan penelitian juga. Bener gak? engga semua bener kok. Mungkin itu juga bisa jadi cuma pencitraan.

Mundur kebelakang beberapa hari yang lalu. Antara akhir oktober menuju awal november. Ada dua berita duka buat dunia seni Indonesia. Pertama, dunia seni Indonesia kehilangan maestro cerita anak kecil. Bapak Suyadi atau lebih terkenal dengan nama Pak Raden. Itu loh pak raden yang terkenal sama si unyil. Kedua, dunia seni Indonesia kehilangan sang pencipta lagu Hymne Guru, Bapak Sartono. Kehilangan? Pasti. Gimana engga, mereka dua maestro yang bikin masa kecil dan masa sekolah gue berwarna. Mungkin itu gak dirasain sama anak-anak yang tumbuh dan besar di jaman sekarang dan jaman yang akan datang.

Jadi gini,
waktu gue kecil gue sering menghabiskan waktu kecil gue untuk menikmati siaran si Unyil. Dulu, unyil belum punya laptop mewah, belum juga berkunjung ke pabrik-pabrik modern, belum juga pelesir ke luar neger. Unyil jaman gue dulu ya unyil pada masanya saat itu. Unyil sampe sekarang masih sama pak ogah .Unyil sampe terakhir gue nonton itu masih pake baju tradisional gitu. Ya ala-ala tradisional gitu deh.

Sumber gambar: www.banyumasnews.com
Ada yang khas yang belum tentu dirasain sama anak kecil generasi kekinian. Unyil dulu belum se modern sekarang. Unyil dulu masih di layar hitam putih. Oya, yang paling gue inget dari sosok pak raden ini ya kumisnya. Kumis yang menurut gue nyentrik. Pertama kali ngeliat sih serem, galak, misterius. kaya penjahat-penjahat jaman dulu yang sangar gitu. Tapi dibalik semua itu beliau berhasil mengingatkan sosok Unyil dan kawan-kawannya sampe sekarang. Iya, sampe gue masuk di semester akhir gini. Gue masih inget bentuknya Unyil dan kawan-kawan, walau jarang nonton di tipi .

Kalau yang kedua, tentang bapak Sartono, jujur aja gue engga terlalu familiar sama beliau. Ya gue cuma tau lagunya aja. Cuma lagu Hymne Guru yang gue tau. Dan itu ternyata hasil dari tangan dingin beliau.

Gue tau lagu hymne guru itu pas dari SD. Dari gue mulai ikut upacara bendera tiap hari senin. Rutin tuh upacara sampe wajib belajar 12 tahun. Dan sekarang gue suka kangen sama upacara. Yak, back to topic, kalau soal hymne guru mungkin generasi gue kaya gini dan atau generasi terdahulu sebelum gue juga pasti tau. Soalnya, lagu ini jadi lagu wajib pas upacara. Jadinya hafal.

Ada yang menarik soal lagu Hymne Guru ini. Coba hayati lirik per lirik lagu hymne guru. Ada makna tersendiri dari setiap baitnya. Dari kata guru yang begitu terpuji hingga guru sebagai patriot pahlawan bangsa yang tanpa tanda jasa. Mungkin ada pengalaman tersendiri dari Sang maestro pencipta lagu Hyme Guru ini yang berkaitan dengan guru.

Gue baru sadar, prestasi yang didapat murid sewaktu dia sekolah dan prestasi setelah engga sekolah ternyata tetep buat bangga seorang guru. Sampe jadi seseorang yang punya nama besar pun guru bakal tetep inget sama siswanya itu. Siswanya gimana? belum tentu inget sama semua guru. Biasanya siswa itu ada yang inget guru kalau itu jadi guru favorit, guru yang dibenci, ataupun guru yang punya kesan tersendiri. Dari lagu ini, harusnya kita belajar. Bukan cuma tentang ilmu, tapi pengalaman yang didapet selama kita sekolah. Mungkin prestasi yang didapat belum tentu balas semua jasa guru-guru kita yang sering dikacangin pas ngajar, atau setengah hati pas sekolah, ribut pas dia jelasin materi. Tapi secara gak sadar, kita akan selalu dikenang oleh guru kalau kita punya prestasi itu sendiri.

Selamat Jalan dua maestro hebat negeri ini. Karya mu akan selalu dikenang. Kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun. Semoga kalian tenang di surga. Dan banggalah pada negeri ini.

Oct 7, 2015

Menuju 259

Pulang Ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku
Bersahabat penuh selaksa makna

Tau kan sepenggal lirik lagu tersebut? iya lagu ini sangat fenomenal dan melegenda. Lagu ini dipopulerkan oleh KLA project. Yaaa, sepenggal lirik diatas judulnya "Yogyakarta." Sebuah daerah yang sangat istimewa. Kota penuh cinta, kota penuh rasa, dan kota penuh keistimewaan.

Kemarin sore, gue keliling kota Jogja pakai matic kesayangan gue. Jalan-jalan berkeliling Kota Jogja dimulai dari jalan kaliurang sampai ke Jalan Jogokariyan. Nampak ada yang berbeda sore itu. Banyak lampu-lampu (lampion) yang dihias sedemikian rupa oleh warga sekitar. Ada tulisan angka 259. Ada yang tau itu angka apa? Iya, Kota Yogyakarta sekarang umurnya sudah 259 tahun. Umur yang dikatakan sudah sepuh (re:tua). Umur yang bahkan akan mustahil bagi seorang manusia. Umur yang bahkan lebih dulu ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini ada. Umur yang sudah senior diantara kota-kota lainnya di Indonesia. Woow.

Ternyata lampion itu adalah sebagai bentuk suka cita warga masyarakat Kota Yogyakarta dalam menyambut kelahiran dari Kota Istimewanya. Ramai, meriah, seru, dan istimewa. Gue juga sempet liat Kirab Budaya Pasar Tradisional seluruh Yogyakarta di sepanjang jalan Malioboro - Beringharjo menuju ke Pasar Ngasem. Seru banget.
Peserta Kirab
Setelah acara kirab itu selesai gue kembali ke habitat gue di kaki gunung Merapi. Gunung tergagagh di Keratonan Yogyakarta. Gunung yang paling keren juga. Ngeeeennggg gue memacu matic kesayangan gue sambil sepanjangn jalan lirik kanan kiri. Dan gue baru sadar ternyata dibalik keistimewaan Yogyakarta di kanan kirinya terdapat bangunan bertingkat menjulang dan berkaca tebal. Sepanjang jalan gue perhatiin Antara hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan sekarang saling berdekatan dan berkompetisi. Kanan kiri isinya kaca dan kaca. Beda kaya 3 tahun lalu waktu gue pertama kali nginjek kaki disini. Bener-bener Jogja yang penuh dengan keistimewaan.

Walau kota ini bukan kota kelahiran gue, tapi gue udah merasa nyaman tinggal di kota ini dengan segala macam keistimewaan di dalamnya. Istimewa Kotanya, Istimewa masyarakatnya. Apa yang engga gue dapet di kota kelahiran dengan mudah gue dapet di kota Istimewa ini. Ramah, senyum, kehangatan antar warga masyarakatnya. Itu, yang susah gue dapetin di kota kelahirang gue. Itu alasan pertama kenapa kota ini bisa istimewa.

Seiring berjalannya waktu, Kota yang semula istimewa karena kearifan lokalnya sekarang lambat laun bahkan cenderung cepat mulai bertransformasi menjadi sebuah kota yang metropolis. Kota yang istimewa ini sekarang di(paksa)kan untuk sama denga kota metropolis lainnya. Dipaksakan untuk menjadi masyarakat yang konsumtif dengan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan, dipaksakan hedon dengan berdirinya apartemen-apartemen yang berlabel apartemen mahasiswa, dipaksa untuk berstandar hidup mewah dengan berdirinya hotel-hotel berkelas di setiap sudutnya.

Selain itu juga, kota ini mulai dipenuhi berbagai macam sampah. Salah satunya adalah sampah visual. Coba kamu jalan-jalan ke sekitar Jalan Kaliurang dari Km 2 sampai km 8. Pasti kamu bakal lihat sampah visual dimana-mana. Setiap toko, gak peduli itu toko kecil atau besar, pasti didepan tokonya punya baliho. Belum lagi baliho lainnya yang saling menutupi satu sama lain. Kaya lagi berlomba memasang seberapa besar baliho itu. Penunjukan eksistensi. Liat juga di sepanjang lampu merah kentungan kaliurang, semua isinya baliho. Dari mulai baliho Universitas sampe baliho penampilan DJ ternama di ibu kota. Sebenernya, ini udah masuk Sleman. Kalau mau liat betapa sampah visual itu menggangu, coba kamu main-main ke Malioboro, lewat jembatan amarta. Satu lurus didepan matamu setelah jembatan itu isinya Baliho semua. Dari universitas sampai diskonan di toko komputer. Lengkap.

Sekarang Kota Yogyakarta sudah menginjak usia 259. Usia yang tidak bisa dibilang muda lagi. Usia yang sudah masuk dalam kategori lanjut.Usia yang seharusnya duduk manis di depan rumahnya hingga menunggu senja usai. Tapi, itu semua cuma berlaku bagi manusia, bukan bagi kota. Semakin tua kota itu diharuskan semakin maju. Majunya menurut orang Indonesia itu menurut gue adalah semakin banyaknya hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan. Bukan mengembangkan hal yang tradisional kaya pasar tradisional tapi malah menghilangkannya dengan alasan revitalisasi.

Di usia yang ke 259 ini, Yogyakarta bertransformasi seperti ibu kota. Setiap sudut ada hotel dan apartemen, pusat perbelanjaan yang berjarak hanya beberapa ratus meter, supermarket dan minimarket di setiap belokan ada bahkan posisinya kalau engga samping-sampingan yaa depan-depanan.

Bukan kapasitas gue memang bicara soal itu. Apalagi mengkritik siapa yang salah atas ini. Entah siapa yang salah atas kemudahan selama ini. Kemudahan untuk mendirikan sesuatu yang modern dan menggantikan sesuatu yang memiliki kearifan lokal. Memiliki nilai sejarah bahkan. Ah, yasudahlah. Itu hanya akan menjadi rahasia pengusaha, pemerintah, dan tuhan.

Sebagai mahasiswa yang udah tinggal hampir dua tahun lebih disini, di kota istimewa ini, tentunya gue merasakan perubahan dan juga mengharapkan sesuatu dari setiap perubahan itu. Bukan sesuatu yang sangat besar tapi setidaknya akan jadi harapan yang sama. Di usia 259 mu ini, gue punya beberapa harapan kecil seperti:

  1. Hentikan pembangunan  gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan
  2. Istimewakan kota ini seperti pertama kali gue tau betapa istimewanya kota ini
  3. Jangan hilangkan kearifan lokal dan jangan bentuk persepsi kebudayaan yang dibuat oleh media.

Dirgahayu 259 Yogyakarta, tetap istimewa sebagaimana Jogja Hip Hop Foundation bernyanyi tentang betapa istimewanya kota ini. Tetap istimewa seperti slogan terbaru mu "Jogja Istimewa". Tetap istimewa sebagaimana kota ini yang memiliki warga masyarakat yang istimewa. Tetap istimewa sebagaimana banyaknya mahasiswa istimewa yang lahir di kota istimewa ini.
 


Sep 13, 2015

Yeay, Dirgahayu!!

Gak kerasa hampir satu bulan kita melewati masa paling bersejarah buat bangsa ini. 70 tahun sudah bangsa Indonesia tercinta ini merdeka. Merdeka apanya? Tanyakan pada dasi-dasi yang bergoyang di kursi empuk gedung parlemen sana.

Gue gak bakal bahas para pedasi itu kok. Gak asik. Tar blog gue banyak komentator ala-ala media gitu. Pasti tar ada yang komentar itu "fakta" dari mana, itu darimana sumbernya. Ah ribet.


Tepat hari ini gue baru balik dari kampung halaman. Biasa ada tugas negara dari nyonya besar. Sebelum gue balik karena tugas negara ini gue sebenernya juga pengen pulang karena ada promo menggiurkan dari salah satu moda transportasi darat yang menurut gue terbaik. Yaaa, kereta api jawabannya. Kereta api lagi nyediain promo gila-gilaan cuma RP.70.000,- untuk semua relasi mereka di Pulau Jawa dan Sumatera. Gila gak?. Promo ini berlangsung dari tanggal 7-28 September 2015.

Sumber: https://tiket.kereta-api.co.id

Kereta Api kok baik banget sih? 
Dalam rangka apa nih tiket sekelas eksekutif bisa RP.70.000,-?
Ko bisa?

Jadi gini, PT. Kereta Api Indonesia itu ngasih promo gila-gilaan itu lagi Ulang Tahun Bray. Wiiih Dirgahayu PT. Kereta Api Indonesia. Wihiii keren banget Ulang tahun yang ke 70 ternyata bagi-bagi tiket promo RP.70.000,-. 

Gimana? 
Udah keren kan? 
 Iya keren orang tiket promo dibuka tepat tanggal 7 September 2015 pukul 00.00 WIB itu server pemesanan tiket langsung down. Server yang cuma satu direbutin sama calon penumpang Kereta api yang berebut tiket promo itu. Dan gue pun sedikit kecewa karena siangnya udah keabisan tiket promo itu. Syedih~.

Akhirnya, gue positif balik kampung pake kereta kesayangan gue kalau balik kampung. Lodaya adalah kereta kesayangan gue. Karena gue lebih suka lewat Bandung daripada harus ke Jakarta yang agak ribet buat lanjutin ke kota asal gue. Ada sih kereta langsung ke Serang tapi itu cuma satu kereta tanpa ada variasi jam keberangkatan. Dan kereta krakatau itu juga cuma ada satu kelas yaitu kelas ekonomi. Ah andai ke Serang ada kelas bisnis apalagi kelas eksekutif. Pasti keren banget itu hihi.

Sedikit kritik tentang Lodaya ini. Karena dalam satu tahun setidaknya lodaya lebih banyak gue jadiin pilihan daripada rangkaian kereta lainnya. Lodaya itu sebenernya enak, tiketnya juga terjangkau buat kelas eksekutif buat kantong mahasiswa. Selain itu juga waktu lodaya berangkat dari Bandung dan atau sampe di Jogja atau sebaliknya itu pas. Ada pagi atau ada malam. Tergantung fleksibilitas waktu yang gue punya. 

Kritik ini sengaja gue sampein bertepatan di bulan ini karena menurut gue moment nya pas. 70 Tahun PT. Kereta Api Indonesia yang juga momennya masih terasa sama 70 tahun merdekanya bangsa ini. Jadi, kritik gue adalah sebagai berikut (maaf kalau gaya bahasa yang gue sampein terlalu ke-anak-muda-an. Kan gue masih muda|), cekidot:

1. FASILITAS
Ngomongin fasilitas PT.KAI ( Kereta Api Indonesia) semenjak di pegang Bapak Jonan itu udah paling Top deh. Semenjak beliau yang ambil alih, Kereta Api Indonesia semakin berbenah atas kekurangannya. Banyak banget yang gue rasain dari semenjak pertama kali naik kereta api di tahun 2012 akhir. Belum bisa dianggap moda transportasi yang layak deh kalau kereta api yang gue naikin pertama kali waktu itu. Sumpek, panas, semua jadi satu ada di satu gerbong itu. Dari kursi sampe toilet pun jadi tempat duduk orang-orang yang lebih milih naik kereta. Pedagang asongan pun ada berbagai macam didalam gerbong. Engga bisa ngebedain juga mana copet mana pengantar. Crowded.

Sekarang? Kereta api udah nyaman. Fasilitas kereta api nya pun disediakan layaknya untuk memanusiakan manusia. Gerbong sudah banyak yang ber-AC. Sudah steril juga dari manusia-manusia yang mencari keuntungan kecuali mereka yang punya tiket.

Gue pengen mengkritik beberapa fasilitas yang ada di kereta api terutama rangkaian yang sering gue pake buat jadi transportasi andalan sekarang. Lodaya, iya gue pengen mengkritik fasilitas dari kereta Lodaya baik pagi atau malam. Terutama di gerbong satu eksekutif.

Di gerbong satu yang gue tempatin buat pulang ke Jogja hari ini kursinya lebih baik daripada gerbong eksekutif lodaya pagi dari Jogja ke Bandung. Pas ke Bandung gue dapet kursi yang sering bunyi kaya tulang orang yang udah rapuh.Terus fasilitas lain yang gue perhatiin adalah TV LCD yang ada digerbong. TV ini gue perhatiin cuma jadi pajangan atau hiasan pemanis gerbong aja. kenapa? setiap gue naik kereta ini tv itu gapernah nyala (mungkin kebetulan aja pas gue naik gak nyala). Beda kaya pas gue naik KA Argo Parahyangan (Relasi Gambir-Bandung PP) Atau KA Argo Lawu (Relasi Gambir-Solo Balapan PP) yang tv nya nyala terus dari stasiun asal sampe stasiun tujuan yang isinya dari KAI TV. Menurut gue hal itu lebih baik daripada didiemin ditempel di tembok gerbong dengan layar kosong berwarna hitam. Mubazir kalau engga di pake. Setidaknya itu bisa mengobati kebosanan penumpang selama di perjalanan.
 
Itu tv apa hiasan dinding?

2. SUMBER DAYA MANUSIA
Sumber Daya Manusia yang ada di PT KAI sudah sangat baik. Terutama buat mereka para customer service on train, One Trip Cleaning, atau Polsuska, hingga teksini KAI yang bertugas. Beruntung gue pagi tadi menemukan CS yang sangat ramah saat ada trouble masalah AC. Mereka tetap tersenyum walau penumpang banyak yang mengeluh karena panas. Begitupun teknisi yang bertugas hari ini. Mereka sangat sigap mengatasi permasalahan AC walau belum bener sampe nyampe Jogja.

Semua itu udah cukup baik. Ada satu hal yang disayangkan bagi sumber daya KAI khususnya customer serivce on train yang terlambat mengambil tindakan untuk memindahkan penumpang yang merasa kepanasan. Yang gue perhatiin mereka baru mengajak penumpang untuk pindah di gerbong yang lainnya yang masih kosong. Coba bilang daritadi pasti banyak penumpang yang pindah dari gerbong yang ACnya mati itu. Jadi, harus lebih sigap dan cekatan yaa kalau ada trouble. hihi.

3. TEMPAT DUDUK
Sumpah, hari ini gue kecewa. Bukan sama pelayanan dari PT KAInya tapi sama penumpang. Apalagi sama mereka yang seenaknya merubah nomor kursi hanya karena mereka engga sekursi sama teman ataupun pasangannya. Buat apa disediain aplikasi KAI ACCESS yang bisa pilih kursi tapi pas di kereta ternyata engga sesuai sama yang kita mau?

Sedikit saran aja terutama kepada mereka yang sedang bertugas apabila menemukan tiket yang tidak sesuai dengan tempat duduk agar mengingatkan untuk sesuai dengan tempat duduk yang ada di tiketnya. Akan jadi hal yang percuma kalau didiemin aja. Istilahnya percuma gue mesen tiket dan milih tempat duduk tapi pas kenyataannya gak sesuai. Mending gue beli tiket secara random karena gue engga tau gue duduk dimana dan nomor berapa. Gitu.

Berhubung PT Kereta Api Indonesia lagi merayakan kelahirannya yang ke 70 tahun gue bangga bisa menjadi salah satu konsumen dari ribuan konsumen yang setia kepada PT.KAI. Sedikit demi sedikit gue mulai melupakan transportasi lain dan lebih memilih kereta api yang lebih mengutamakan keamanan dan kenyamanan penumpangnya. Terus tingkatkan kinerja baik ini. Jangan pernah puas di satu titik kesuksesan yang telah di gapai. Jangan bangga terlalu lama karena banyak penghargaan yang didapat. Penghargaan cuma sebagai pemacu semangat untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Dirgahayu Negeriku, Dirgahayu PT.Kereta Api Indonesia. Maju terus dunia transportasi Indonesia.   

Sep 5, 2015

Yang Terlupakan

Selamat datang semester 5.

Yaa.. Semester yang semakin menunjukkan kalau gue udah mulai semakin menuju dewasa (re: tua). Dewasa dalam berfikir, dewasa dalam bertindak, dan dewasa dalam menggunakan rupiah. Ah males bahas rupiah. Lagi mahal (katanya) kalau diitung pake dollar. Tunggu!! Gue bukan mau bahas soal dollar, gue juga gamau bahas harga-harga di pasar yang naik. Gue gamau bahas itu. Biar itu ada menteri yang ngurusnya.

Semester 5, berarti gue udah hampir dua tahun atau bahkan udah dua tahun di negara perantauan. Tempat dimana gue menuntut ilmu agar kelak bisa jadi orang besar semacam menteri yang duduk manis di gedung mewah beserta fasilitas mewah lainnya. Tapi, gue gamau jadi menteri yang korup. Dosa. Iya, gue dua tahun di perantauan nuntut ilmu.

Kalau mau flashback ke dua tahun yang lalu, mungkin masih belum  apa-apa buat gue flashback. Sukses aja belum. Apa yang mau di flashbackin? Tapi tunggu dulu, gue punya kisah di masa lalu yang bisa buat dikenang kok. Gini ceritanya. Dua tahun yang lalu,  gue lulus dengan  predikat yang cukup baik di sekolah abu-abu gue. Lulus dengan nilai yang bisa dibilang cukup buat modal jadi seorang mahasiswa kece dengan gaya bahasa yang lebih berat nantinya. Dengan bangganya gue mendaftarkan diri melalui jalur berprestasi untuk salah satu universitas ternama punya negara di tempat gue merantau saat ini.

Setelah mendaftar itu gue dengan bangga jawab kalau ditanya tetangga atau di tanya buk Rt. Dengan gaya yang (sedikit) agak songong. pffttt.

"Nanti, dek Nasuha mau kuliah dimana?"

"kuliah di UGM doong. Kan itu kampus keren"

"Waah, keren doong ya"

Begitulah sepenggal cerita antara gue dengan para tetangga gue.

Di lingkungan gue, kuliah di luar kota adalah salah satu keistimewaan. Karena gue berada diantara mereka yang (maaf) sedikit buta dengan dunia luar. Wong belanja di Royal aja udah disebut kota (buat yang dari sedaerah sama gue mungkin tau nama itu). Apalagi sampe keluar kota kaya ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta, ataupub sampe ke Medan sana. Yaa.. Gue sedikit bangga bisa mendaftarkan diri disana. Dan gue termasuk salah satu orang yang beruntung bisa dan akan melanjtukan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Singkat cerita, pengumuman itu ada dan hasilnya sedikit bikin gue kecewa. Gue gagal masuk dan jadi mahasiswa di universitas yang di cita-citakan. Walaupun gue udah punya cadangan di salah satu Universitas yang juga sekarang jadi tempat gue mencari ilmu. Tujuannya satu "Bisa Merantau." Iyaa, gue harus merantau. Biar gue gak kalah sama pengalaman. Gapercaya? Coba baca ini. Tujuan awal gue merantau karena itu. Biar gue gak buta pengalaman kalau gue terjun ke dunia kerja yang serba keras. Apalagi gue juga setidaknya udah sedikit banyak makan asam garam hidup di Ibu kota. Walau cuma pulang pergi. tapi gue tau kalau Ibu kota atau tinggal di kota-kota besar itu keras.
Sumber: berbaktikeorangtua.com

Gue baru menyadari kenapa gue gagal di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2013. Jawabannya simple, gue lupa satu hal doa orang tua.

Kenapa doa orang tua?

Berdasarkan agama yang gue anut, disebutkan bahwa "Ridho Allah Tergantung Ridho Orang tua, dan Murka Allah Tergantung Murka Orang tua" atau adalagi "Surga di Telapak Kaki Ibu."

sumber: myfitriblog.wordpress.com
Dan ternyata hal itu benar adanya. Beberapa hal gue menyadari akan hal itu dan termasuk sama hasil SNMPTN yang gue terima. Gue daftar perguruan tinggi tanpa adanya restu dari orang tua. Gue terlalu ikut apa kata guru di sekolah. Emang sih guru adalah orang tua kita di sekolah. tapi guru cuma sebatas memberi ilmu di sekolah. Setelah itu? Seorang guru pun kembali pada kodratnya sebagai orang tua bagi anaknya masing-masing di rumah. Walau mereka orang tua kedua, tapi guru tetaplah guru dan orang tua tetap jadi yang pertama. Ridho tuhan bukan ada pada guru, tapi pada ridho orang tua. Sebagaimanapun orang tuamu, mereka tidak akan menjerumuskan anaknya pada sebuah jerami yang terdapat banyak jarum didalamnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya berhasil.

Hal ini terbukti saat gue memilih ingin berkuliah dan rela melepas salah satu jurusan di universitas yang sama. Kenapa? Karena doa dan restu dari orang tua. Selain itu, gue juga bisa terus cari ilmu sekarang itu karena orang tua. Karena kerja keras orang tua juga. Gue percaya kalau doa orang tua itu amat sangat sakti daripada apapun.

sumber: negtari.wordpress.com
Sering gue lupa bahwa hadirnya orang tua itu cuma tempat kita minta duit aja. Kadang juga marah kalau keinginan gue engga diturutin. Tapi, gue lupa kalau orang tua itu tempatnya ridho dan anugerah dari tuhan. tanpa orang tua anak belum tentu bisa jadi apa-apa. Doa dari orang tua ibarat obat. Mujarab dalam hal apapun. Tapi orang tua juga sering jadi yang terlupakan dengan hal lain. Ya itu tadi, anak jaman sekarang cuma nganggep orang tua itu tempat minta duit aja tapi lupa kalau orang tua juga tempat minta doa.

Bukan bermaksud mengajari, tapi emang ini gue alamin selama ini. Masih engga percaya sama mujarabnya doa orang tua? Buktiin aja sendiri. Selamat berdoa, selamat bahagia, dan selamat sukses.




Sep 3, 2015

Jangan Protes

"pak Jokowi tolong fasilitas publik ditambah dong"

Kata-kata sejenis itu sering gue liat ataupun sering gue denger di kehidupan sekitar gue. Yang nuntut hal gini pun biasanya mereka yang ada di fase remaja menuju dewasa. Atau dari fase anak kecil menuju alay (re: alay). Kenapa di fase usia segitu? Karena fase ini fase dimana hiburan itu sangat penting untuk menunjang kehidupan. Selain itu, pencarian jati diri dan keingin tauan yang tinggi membuat mereka seperti itu. Kurang gaul kalau belum kaya temennya. Gitu. Kenapa mintanya fasilitas publik? Bukan fasilitas yang non publik. Karena fase ini fase yang selalu ingin terlihat. Terlihat keren dimata temen, sahabat, bahkan sama gebetan yang sampe taun ke taun gak pernah jadian. Iya, dengan berada di fasilitas publik akan merasa keren. Apalagi kalau orang disekitar itu belum pernah nyoba atau tau fasilitas publik yang ada.

Gue, semenjak merantau sering pergi gak jelas cari tempat-tempat baru didaerah perantauan gue. Bukan traveller, belum pantes kalau disebut traveller. Biasanya kan traveller itu hampir agenda rutin berkeliling. Walau cuma keliling kampung.

Semenjak merantau itu juga gue mulai sedikit demi sedikit peka akan lingkungan disekitar gue yang sering ataupun yang jarang gue datengin. Contoh di kos dan diluar kos. Semenjak merantau juga gue mulai bisa lepas dari zona nyaman yang semenjak kecil belum tentu kefikiran. Coba baca ini deh sebelumnya biar ngerti kenapa gue pengen merantau. Yap, pengalaman tujuan utama gue. Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa masa muda adalah masa pencarian pengalaman terbaik. Gak percaya? buktiin sendiri tapi dengan sepenuh hati, bukan atas paksaan. Semenjak merantau itulah gue sering sedih ngeliat tempat-tempat baru yang gue kunjungi. Tempat itu bagus, tapi sayang kurang terawat. Entah pihak pengelolanya yang emang engga pernah memperbaiki atau emang pengunjungnya itu punya jiwa seni yang terlalu besar terutama dalam konteks melukis.

Gue sering banget semenjak di jogja ini berkunjung ke Taman Sari. Siapa yang gatau Taman Sari. Tempat pemandian ratu yang amat sangat terkenal baik di Jogja ataupun diluar Jogja. Kenapa terkenal? Karena ada kaitannya dengan keraton. Dulu, emang Taman Sari emang sering digunain buat ratunya raja di keraton Yogyakarta. Soal sejarah gue kurang paham. Gue cuma tau dan seneng kesini karena tempat ini (dulunya) pernah bersejarah, makanya sekarang dijadiin tempat wisata. Udah engga mungkin lagi ratu sama raja mandi berduaan di kolam besar.

Bukan sejarah yang pengen gue bahas. Gue mengambil satu contoh kecil karena banyak tempat bagus dan bersejarah ataupun tempat berlibur tapi kurang terawat atau kurang dirawat. Dan Taman Sari ini adalah salah satunya. Banyak banget seniman karbitan yang mencurahkan jiwa seninya di tembok-tembok yang ada di taman sari. Dari seni kata-kata sampai ke gambar absurd yang mungkin sama absurd nya kaya yang buat.

Gambar hati, siapa tau cinta mereka abadi













Seni menulis di dinding
Gambar diatas menunjukkan betapa gatelnya mereka kalau melihat tembok kosong dan bersih. Gatel kalau ke tempat baru itu tanpa meninggalkan jejak sepatah-dua patah kata disana. Gatel kalau engga ninggalin kenangan di tempat yang baru dikunjungi. Sangat disayangkan akibat ulah mereka yang gatel ini. Karena berkat mereka tempat ini penuh akan tulisan-tulisan. Dari curhat tentang cinta sampai curhat tentang binatang. Dari tentang sebuah nama sampai sekelompok nama. Gitu den. Sedikit titip salam aja buat mereka yang punya seni tinggi tapi mereka salah mencurahkannya, gini bunyi salamya:

"Kalau mau berlibur silahkan, tapi jangan tinggalkan jejak nakalmu disana"

Buat apa kalau kalian suka berkeliling di tempat yang indah sekalipun kalau cuma mau ngotorin tempat indah itu. Mending kamu masuk kamar, cuci kaki terus bobo manis. Mending jadi anak mama yang banyak ngabisin waktu dirumah daripada ngaku hobi jalan dan explore tapi cuma ngerusak. Mubazir.

Jangan protes kalau banyak fasilitas publik tapi engga sesuai sama yang diharapin kaya bersih, rapi, bahkan sampe wangi. Hargailah tempat barumu, seperti kamu menghargai keluarga barumu. Jangan lupa buang sampahmu di tempat yang telah disediakan. kalau engga ada tempat sampah bawa dulu, baru buang.

Jangan protes soal pemerintah yang katanya kurang memperhatikan fasilitas publik padahal kenyataannya berbeda. Jangan  protes, kalau tempat baru itu kurang nyaman karena ulahmu. Jangan Protes. Tinggalkan vandalisme. Tinggalkan budaya coret-coret sembarangan. Kalau mau berkarya, berkaryalah sesuka hatimu. Tapi pada tempatnya.

Aug 14, 2015

Bhineka Tunggal Ika

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Disana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir ku menutup mata

Siapa yang engga tau kalimat-kalimat diatas? Kalimat diatas adalah kalimat-kalimat sakral hingga menjadi lagu wajib nasional. Lagu yang gue pelajarin semenjak dari tk dan tetap ada diingatan gue sampai saat ini. Sampai gue dewasa bahkan sampai gue tua dan akhir hayat nanti. Hanya sedikit mengingatkan saja, siapa tau lupa kalau lagu ini jadi lagu wajib nasional. Karena gue yang sudah beranjak berumur ini mulai jarang mengumandangkan lagu-lagu wajib seperti ini. Karena lagu ini hanya akan ada pada saat upacara-upacara bendera selama kita sekolah.

Ngomongin soal nasional tentu gue belum sepantasnya bilang kalau gue ini adalah "orang yang nasionalis". Gue belum pantes karena gue belum mencintai bangsa ini sepenuhnya. Kok bisa begitu?. Alasannya sederhana, gue belum mampu mencintai secara utuh apa yang ada di negara ini.
Bicara produk? Jarang gue punya sebuah produk yang berasal dari tangan putra-putri bangsa ini. Bahasa? Gue belum sepenuhnya dan secara utuh menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kadang ada selipan bahasa dari luar yang sekarang lebih dibutuhkan daripada bahasa lokal yang ada. Katanya tuntutan kerja.
Atau banyak hal lainnya yang bikin gue belum sepenuhnya menjadi warga negara yang nasionalis. yang sepenuhnya cinta terhadap bangsa ini.

Bhineka Tunggal Ika
dari om gugel
Siapa engga tau semboyan negara in? Semboyan yang menurut gue sakral yang bangsa lainpun engga punya. Yang engga akan bisa ditiru sama bangsa dan negara manapun. Cuma punya negeri ini, Indonesia. Lagi-lagi ngomongin Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang udah lama digaungkan. Bahkan dari jamannya Mpu Tantular si "pemilik" kitab paling terkenal di jamannya. Dan itu masih inget di ingatan gue. Karena gue pernah belajar sejarah walau sedikit. Bhineka Tunggal Ika punya makna yang sangat kuat dan bersejarah. "Berbeda-beda tetapi tetap satu".

Kenapa berbeda?
Kenapa satu?

Jawabannya sangat sederhana tapi tidak se-sederhana permasalahan kompleks yang ada di bangsa tercinta ini. Berbeda, karena bangsa ini setidaknya punya 5 agama dan banyak suku dari ujung barat Indonesia sampai ujung timur Indonesia. Punya ratusan bahasa dari setiap daerahnya. Tapi, itu bukan halangan buat jadi satu. Itulah kenapa disebut berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhineka Tunggal Ika.

Sayangnya, menjelang hari kemerdekaan yang ke 70 ini agak sedikit tercoreng oleh beberapa kejadian yang membuat malu semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sebelum idul fitri yang lalu, ada sebuah kejadian masjid di bakar di Tolikara. Menurut berbagai sumber yang gue baca dibakarnya tempat beribadah umat muslim ini adalah isu antar umat beragama. Isu yang sensitif menurut gue. Karena menyinggung sensitifitas kepercayaan seseorang.

Yang terbaru, adanya penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu perantau dari luar jawa yang menggunakan pacul sebagai alat untuk menganiaya seseorang. Hal ini dikarenakan ulah pelaku yang sedikit mengganggu warga di sekitar. Sebagai warga pendatang, pelaku tidak menghormati aturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Hal ini membuat dua suku yang berkaitan sedikit memanas di Jogja.

Bahkan, kemarin ada salah satu temen gue di salah satu forum grup yang ada bilang kalau malam ini jangan keluar dulu karena ada kerusuhan antar suku A dan suku B. Tentu hal ini bikin panik orang yang membaca. Karena ini bukan lagi kasus antar individu dengan individu tapi antar suku. Bahaya. Bhineka Tunggal Ika bisa hilanng.

Kasus-kasus kaya gini yang sebenernya bikin persatuan antar warga negara Indonesia semakin memudar. Bangsa Indonesia terkenal akan persatuannya yang sangat erat. Dari Sabang sampai Merauke dulu bersatu untuk memerdekakan bangsa ini. Demi melawan penjajah berbagai elemen bersatu. Demi bangsa ini. Sekarang? mereka lupa bahwa pejuang dahulu mati-matian merelakan segalanya demi bangsa ini bersatu dan merdeka. Untuk apa? untuk kami sebagai anak cucunya kelak yang akan merasakan kemerdekaan.

Stoopp pertikaian yang menyinggung suku, ras, agama. Udah bukan waktunya lagi kita  gontok-gontokan hanya karena satu oknum terus berlanjut sampai ke satu kelompok. Hayati makna Bhineka Tunggal Ika. Taruh nama Indonesia di dada kalian. Kalau tanpa penghayatan gak akan tercipta rasa Kebhinekaan tunggal ika itu. Gue pernah datang ke salah satu pameran lukisan. Dan salah satu seniman membuat gambar tentang anak kecil yang memandang berbagai agama yang ada di negeri ini. Indah banget. Persatuan sangat terasa kental di negeri ini. Nyaman  rasanya kalau setiap agama itu bersatu. Karena perbedaan kepercayaan itu hanya milik pribadi. Selain itu, semuanya sama bangsa Indonesia.
Tuh, indahkan kalau bersatu?
Malu lah kalau kita sebagai penerus bangsa kalau engga bersatu. Biarin aja mereka yang ada di gedung parlemen yang saling gontok-gontokkan memperebutkan kekuasaan. Mungkin mereka lupa kalau ada yang harus mereka urusi di negeri ini. Mereka lupa kalau tugas mereka sebagai wakil rakyat yang mempersatukan rakyatnya.

Gue sendiri sebagai pemuda berharap tidak akan ada lagi pergejolakan antar suku, ras, dan agama lagi. Apalagi diakibatkan hanya karna perselisihan antar individu. Sayang banget kalau dirusak sama beberapa orang aja. Apa tega? kalau gue sih engga. Kan Indonesia bukan cuma Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu. Bukan juga Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, atau Papua. Indonesia itu Satu. Indonesia ya Bhineka Tunggal Ika.

Selamat ulang tahun ke 70 negeriku, bangsaku, Indonesia ku.

Gue rindu perbedaan yang tetap menjadi satu. Bahagia bersatu atas nama Bangsa Indonesia. Semoga kelak ibu pertiwi akan tetap tersenyum melihat persatuan yang ada di negeri ini. Salam cinta untuk Indonesia